Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Dalam putusan atau eksekusi yang sering menjadi masalah adalah karena yang digugat hanya BPN. Sedangkan pihak-pihak seperti korporasi sawit lain sebagai pemegang tidak pernah digugat.
“Hal ini menyulitkan karena pemegang HGU, pasti akan keberatan dengan putusan BPN. Pada sisi lain, BPN hanya menguasai dokumen, tetapi lahan telah menjadi hak privat sampai selesai masa berlaku selesai,” katanya.
Baca Juga: Meninjau kontinuitas HGU RUU Pertanahan
Menurut Sadino, salah satu cara yang bisa dilakukan BPN dalam menghadapi tuntutan masyarakat yakni melakukan evaluasi jika pemanfaatan lahan tidak sesuai atau terjadi penelantaran lahan.
Sadino mengingatkan, pemerintah punya kewenangan untuk menolak membuka seluruh data HGU karena tata cara di undang-undang perkebunan sangat ketat untuk mendapatkan HGU.
Selain prosedur yang ketat, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan HGU sangat panjang. Biasaya dalam proses pembuatan HGU, semua persoalan menyangkut hak rakyat dan ulayat sudah diselesaikan terlebih dulu, sebelum HGU diterbitkan.
Baca Juga: HGU diperpanjang sampai 90 tahun, Dirut RNI: Sangat menguntungkan
Hanya saja, Persoalan terbesar yang sering terjadi, biasanya ada kelompok tertentu yang merupakan pendatang, mengatasnamakan rakyat untuk menuntut tanah yang bukan haknya.
Pendapat sama juga disampaikan Guru Besar IPB bidang Kebijakan, Tata Kelola Kehutanan, dan Sumber Daya Alam (SDA) Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc. Menurutnya, tidak seluruh data HGU bisa dibuka ke publik karena ada kepentingan privat yang dilindungi undang-undang.
Data umum mengenai luasan dan izin HGU yang telah diberikan pemerintah bisa saja diakses menjadi data publik.
“Namun tidak etis dan tidak ada perlunya publik mengetahui data privat seperti titik koordinat HGU perusahaan. Apalagi sampai meminta semua data terkait dokumen kepemilikan HGU untuk dibuka,” kata Budi Mulyanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News