kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Putusan KIP soal data HGU dinilai tepat


Rabu, 16 Oktober 2019 / 23:59 WIB
Putusan KIP soal data HGU dinilai tepat
ILUSTRASI. Foto udara sungai berkelok membelah hutan di Kabupaten Mimika, Papua, Senin (29/1). Berdasarkan data Provinsi Papua menyebutkan luas hutan Papua sekitar 28.621.799,707 Ha yang terdiri dari hutan lahan kering primer sebesar 16.034.266,437 Ha, hutan rawa pr


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat hukum kehutanan dan lingkungan Sadino menilai, tepat keputusan Komisi Informasi Pusat (KIP) dalam amar putusan sengketa informasi terkait informasi dokumen Hak Guna Usaha (HGU) di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Dalam putusan Senin (14/10), KIP menentukan hanya daftar nama pemegang HGU saja yang sifatnya terbuka. Sementara dokumen serta peta areal HGU digolongkan sebagai informasi yang tertutup.

Sengketa ini bergulir setelah Greenpeace Indonesia mengajukan gugatan permohonan informasi ke KIP dengan tuntutan agar mengadili Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI membuka informasi lahan HGU di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Baca Juga: Pemerintah sebut ada 16,38 juta ha luas lahan tutupan kebun sawit

Menurut Sadino, keputusan ini bisa dijadikan yurisprudensi untuk di daerah lain bahwasanya informasi soal HGU tertutup untuk umum.

Dia menjelaskan, aturan di BPN, dokumen HGU terutama terkait dengan warkat dan data-data lainnya memang tidak terbuka untuk umum.

“Jadi karena ada aturan yang tidak membolehkan ya tentu KIP tidak bisa menafsirkan sendiri,” kata Sadino dalam keterangannya, Rabu (16/10).

Menurut Sadino, pemerintah tidak perlu membuka data HGU perkebunan sawit seluruhnya karena rawan dijadikan alat kampanye hitam. Di sisi lain, negara juga wajib melindungi banyak kepentingan hukum lain terkait kerahasiaan pemerintah provinsi dan investasi.

Baca Juga: 5,5 juta hektar lahan sawit ditargetkan tersertifikasi ISPO di tahun 2019

Salah satunya agar kepercayaan kreditur terhadap dunia usaha tidak menurun karena selama ini HGU juga dijaminkan. “Jika semua data HGU dibuka, maka kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia menjadi berkurang,” kata Sadino.

Menurut Sadino, sebenarnya data umum mengenai keterbukaan HGU sudah ada yang bisa diakses publik. Data HGU tersebut menyangkut luasan perkebunan, tanggal penerbitan, nomor penerbitan dan data umum lainnya.

Hanya saja, permintaan kelompok sipil untuk mengakses semua data HGU terkait semua dokumen termasuk  file SHP dan peta koordinat sangat berlebihan.

“Untuk kepentingan apa seluruh data itu harus bisa diakses. dalam industri sawit selama ini, ujung-ujungnya data ini hanya akan dipergunakan sebagai alat kampanye hitam,” katanya.

Baca Juga: Sukanto Tanoto kuasai lahan calon Ibukota, ini penjelasannya

Menurut Sadino, kalau ada LSM yang mengaku mewakili masyarakat sipil atau masyarakat yang berkonflik dalam kasus  per kasus  pengajuan itu bisa saja dilakukan, namun tetap ada mekanisme eksekusi/putusan.

Dalam putusan atau eksekusi yang sering menjadi masalah adalah karena yang digugat hanya BPN. Sedangkan pihak-pihak seperti korporasi sawit lain sebagai pemegang tidak pernah digugat.

“Hal ini menyulitkan karena pemegang HGU, pasti akan  keberatan dengan putusan BPN. Pada sisi lain, BPN hanya menguasai dokumen, tetapi lahan telah menjadi hak privat sampai selesai masa berlaku selesai,” katanya.

Baca Juga: Meninjau kontinuitas HGU RUU Pertanahan

Menurut Sadino, salah satu cara yang bisa dilakukan BPN dalam menghadapi tuntutan masyarakat yakni melakukan evaluasi jika pemanfaatan lahan tidak sesuai atau terjadi penelantaran lahan.

Sadino  mengingatkan, pemerintah  punya kewenangan untuk menolak membuka seluruh data HGU  karena tata cara di undang-undang perkebunan sangat ketat untuk mendapatkan HGU.

Selain prosedur yang ketat, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan HGU sangat panjang. Biasaya dalam proses pembuatan HGU, semua persoalan  menyangkut hak rakyat dan ulayat sudah diselesaikan terlebih dulu, sebelum HGU diterbitkan.

Baca Juga: HGU diperpanjang sampai 90 tahun, Dirut RNI: Sangat menguntungkan

Hanya saja, Persoalan terbesar yang sering terjadi, biasanya ada kelompok tertentu yang merupakan pendatang, mengatasnamakan rakyat untuk menuntut tanah yang bukan haknya.

Pendapat sama juga disampaikan Guru Besar IPB bidang Kebijakan, Tata Kelola Kehutanan, dan Sumber Daya Alam (SDA) Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc. Menurutnya, tidak seluruh data HGU bisa dibuka ke publik karena ada kepentingan privat yang dilindungi undang-undang.

Data umum mengenai luasan dan izin HGU yang telah diberikan pemerintah bisa saja diakses menjadi data publik.

“Namun tidak etis dan tidak ada perlunya publik mengetahui data privat seperti titik koordinat HGU perusahaan. Apalagi sampai meminta semua data terkait dokumen kepemilikan HGU untuk dibuka,” kata Budi Mulyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×