Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Adapun, PT BA menjadi bagian dari 15 perusahaan dengan produksi dan ekspor batubara terbesar per 31 Agustus 2018. PT BA ada di posisi keenam dengan realiasi produksi sebesar 15,93 juta ton, dan realisasi ekspor 7,61 juta ton.
Sementara itu, PT Adaro Indonesia dan PT Arutmin Indonesia tidak begitu tergantung dengan China sebagai pasar ekspornya. Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk, Febriati Nadira berkata, dilihat dari data capaian Semester I-2018, ekspor batubara Adaro cukup berimbang ke sejumlah negara.
China, kata Nadira, tidak mendomisasi karena jumlah ekspor Adaro ke sana hanya sebesar 12%. Sama dengan jumlah ekspor ke India dan Malaysia sebesar 12%. Adapun, Indonesia atau pasar domestik, masih mendominasi dengan 22%. “Terbesar masih Indonesia, Malaysia, India dan China sama, Kita nggak ada yang dominan untuk pasar ekspor,” kata Nadira.
Alhasil, Adaro tidak begitu terpengaruh oleh pembatasan impor atau penurunan permintaan dari China. “Ya (tidak terpengaruh), karena terlihat bahwa sudah cukup terdiversifikasi,” tambah Nadira.
Hal senada juga diungkapkan oleh Chief Executive Officer (CEO) Arutmin Indonesia, Ido Hutabarat, yang mengaku bahwa Arutmin tidak menjadikan China sebagai pasar ekspor yang dominan. “Arutmin hanya ekspor sedikit ke China,” ujar Ido.
Sebagai informasi, Adaro dan Arutmin juga termasuk pada 15 perusahaan dengan produksi dan ekspor batubara terbesar selama delapan bulan awal di tahun 2018. Adaro menempati posisi kedua dengan realisasi produksi sebesar 28,99 juta ton dan realisasi ekspor 25,70 juta ton. Sedangkan Arutmin ada di posisi lima dengan 16,83 juta ton realisasi produksi, dan 4,33 juta ton realisasi ekspor per 31 Agustus 2018.
Dalam hal ini, menurut Hendra, bisa jadi bahwa ekspor ke China dengan jumlah yang dominan, tidak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Namun, kemungkinan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang susah untuk didata, yang membuat upaya untuk tidak bergantung kepada China menjadi tak mudah.
“Ya seperti itu, jadi untuk diversifikasi juga tidak mudah dalam waktu dekat. Ekspor ke China sumbernya cukup banyak, jadi tidak hanya didominasi perusahaan-perusahaanbesar. Sehingga pasar dalam kondisi oversupply itu membuat kondisi jadi buyers market,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News