kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

REI berharap kebijakan perpajakan tak ganggu pasar


Kamis, 09 Juli 2015 / 23:45 WIB
REI berharap kebijakan perpajakan tak ganggu pasar


Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Ketua Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy menginginkan kebijakan dalam sektor perpajakan tidak menimbulkan dampak-dampak yang mengganggu pasar properti terlebih mengingat masih menurunnya jumlah penjualan properti pada tahun 2015.

"Kami mengharapkan kebijakan perpajakan tersebut tidak menimbulkan sentimen negatif pasar sehingga tidak mengganggu pertumbuhan," kata Eddy Hussy dalam diskusi ekonomi di Jakarta, Kamis (9/7).

Menurut dia, pertumbuhan sektor properti perlu untuk terus dijaga mengingat tingkat penjualan properti saat ini terus bergerak turun sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi REI.

Namun, Eddy juga mengemukakan bahwa pihaknya menyadari pemerintah membutuhkan penerimaan pendapatan negara dari sektor perpajakan.

Sebagaimana diberitakan, alokasi anggaran untuk sektor perumahan di Indonesia dinilai harus ditingkatkan untuk mengatasi kekurangan perumahan serta mengimbangi alokasi anggaran untuk sektor perumahan seperti di berbagai negara tetangga.

"Alokasi anggaran untuk sektor perumahan di Indonesia lebih kecil dibandingkan dengan negara Asia lainnya," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus.

Menurut dia, pemerintah Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya untuk sektor perumahan.

Jumlah tersebut, lanjutnya, lebih kecil dibanding antara lain Filipina sekitar 0,31% dan Thailand sebanyak 2,21%.

Ia berpendapat bahwa rendahnya alokasi anggaran untuk sektor perumahan sebagai salah satu penyebab "backlog" (kekurangan) perumahan di Indonesia selain juga disebabkan oleh kemiskinan yang ada saat ini.

Untuk meningkatkan alokasi anggaran di sektor perumahan, ujar Maurin, saat ini ada Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) yang telah masuk Program Legislasi Nasional.

Maurin mengemukakan bahwa RUU Tapera akan menjadi sumber daya yang kuat untuk sektor perumahan karena bakal dapat mengurangi beban APBN.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch memperkirakan bahwa pasar properti yang sedang melambat pada awal 2015 ini diperkirakan bakal segera naik kembali setelah 2015.

"Dengan perkiraan titik terendah pasar properti 2015, maka posisi pasar properti telah dalam posisi paling rendah dan akan segera naik dalam waktu tertentu," ujarnya.

Menurut Ali, sejak 2013 sebenarnya tanda-tanda perlambatan sudah terjadi akibat harga yang sudah terlalu tinggi dan pasar yang telah jenuh.

Sedangkan sepanjang 2014, ujar dia, tercatat terjadi penurunan penjualan perumahan sepanjang tahun sebesar minus 72% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Terkait dengan sejumlah pihak yang menyatakan bakal terjadi krisis, Ali mengungkapkan meski beberapa indikator ekonomi terjadi goncangan seperti anjloknya nilai mata uang rupiah namun secara fundamental seharusnya tidak akan terjadi krisis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×