Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Patut diwaspadai
Setelah mengkaji 16 RPP dan Raperpres yang berhubungan dengan industri properti dan perumahan, REI berharap kepada Presiden Jokowi, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto serta menteri yang terkait untuk mengkaji terlebih dahulu dengan seksama apakah RPP/Ranperpres yang dibuat sudah sejalan dengan target dan semangat UU Cipta Kerja.
“Karena beberapa regulasi yang diusulkan dalam RPP dan Raperpres yang dibuat sesudah UU Cipta Kerja belum mengambarkan harapan UU Cipta Kerja tersebut. Bahkan sebagian regulasi justru menambah beban biaya tinggi dan aturannya lebih rumit dari sebelumnya. Hal ini tentu patut diwaspadai,” tegas Junaedy.
Baca Juga: UU Cipta Kerja dorong riset berbasis output untuk kepentingan masyarakat
Begitu pun, sejauh ini DPP REI mengapresiasi draf RPP yang sedang disusun Kementerian ATR-BPN yang dari awal membuka diri untuk menerima masukkan dalam menselaraskan semangat UU Cipta Kerja.
Menurut Junaedy, dari draf RPP sudah ada perbaikan meski perlu ada beberapa masukan lebih lanjut sebagai penguatan di dalam RPP.
Selain di Kementerian ATR-BPN, sejumlah peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang bersinggungan dengan investasi properti dan perumahan juga sedang dibahas di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Antara lain aturan menyangkut Hunian Berimbang, Rusun, PPJB, BP3, PSU dan aturan bangunan gedung.
“Alhamdulilah kami sudah dapat berkoordinasi dan diberikan kesempatan memberikan masukan guna memastikan RPP layak usaha , adanya relaksasi, insentif dan juga perlindungan investasi. REI dan juga Kadin Properti dan Apindo berharap dapat turut dilibatkan dalam proses pembahasan sejumlah peraturan pelaksana UU Cipta Kerja,” ujar Junaedy.
Selain itu, untuk membenahi carut-marutnya pelayanan publik, REI bersama-sama dengan asosiasi lain sedang membangun komunikasi dan koordinasi dengan StraNas (Menko Ekuin, Mendagri, MenPAN, KPK, dan KSP), juga dengan Ombudsman RI, Komite Advokasi Daerah (KAD), Kejaksaan Agung RI, serta kementerian/lembaga berwenang lain untuk memastikan pelayanan publik seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan berjalan dengan baik.
Sedangkan untuk menjaga kenyamanan berusaha akibat maraknya aksi “sweeping” perizinan yang dilakukan oknum APH terhadap pengembang di sejumlah daerah.
Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi pada tanggal 13 November 2019 dan tanggal 26 Agustus 2020, para pelaku usaha dapat melaporkannya kepada Mabes Polri dan Kejaksaan Agung dengan tembusan ke Presiden RI, Menko Marivest, dan Menko Ekuin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News