Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menyatakan jika kebijakan untuk melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100% berpotensi membawa angin segar di tengah keraguan masa depan perekonomian Indonesia.
Sebagai informasi, kebijakan ini akan berlaku per 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021. Bagi rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe di bawah 21 masih tetap diberi ketentuan LTV/FTV sebesar 100%.
Sementara, untuk pembelian kedua dan ketiga, pembelian rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe lebih dari 70, serta ruko/rukan, dikenakan FTV/LTV sebesar 90% atau dengan kata lain DP 10%.
Totok melanjutkan, kebijakan dari Bank Indonesia (BI) ini lebih baik karena dibarengi dengan kolaborasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menurunkan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) atau penurunan faktor resiko.
Baca Juga: Begini tanggapan REI soal BI longgarkan ketentuan LTV
"Ini bisa menjadi kolaborasi yang bagus jika mengembalikan allowance di ATMR dan harus dicontoh oleh stakeholder lain di Pemerintah. Pemberian keringanan LTV dan VTV ini tidak akan bisa berjalan jika filter Perbankan masih sangat ketat. Jadi ATMR perlu diturunkan, sehingga dengan hitung NPL-nya lebih ada allowance dan relaksasi," jelasnya saat dihubungi oleh Kontan, Jumat (19/2).
Totok melanjutkan, jika faktor resiko melalui ATMR diturunkan, otomatis perbankan lebih mudah memberikan kredit kepada masyarakat.
Ia berkata, jika hal ini bisa dicapai maka perekonomian riil, termasuk kinerja di sektor properti akan kembali berjalan.
"Ini sangat bagus sebab selama ini jika satu institusi mengeluarkan kebijakan maka institusi lain malah menghambat. Nah ini BI dan OJK bisa berperan di bidangnya untuk mendukung PEN sesuai porsinya," sambung dia lagi.
Dengan demikian, Totok optimis pula kebijakan ini mampu meningkatkan pembelian properti sebab selama ini pembelian properti melalui kredit sangat sulit.
Baca Juga: REI: Rumah sehat jadi tren selama pandemi
Pihaknya mencatat, pada Agustus hingga Desember 2020 lalu, pembelian secara KPR untuk properti di harga Rp 300 juta sampai Rp 1 miliar hanya berjumlah 60%. Padahal angka ini selalu mencapai 90%. Totok berkata, sisanya sebesar 30% ternyata membeli secara in-house dengan faktor resiko yang besar.
Sementara itu, bagi penjualan ruko dan high rise, catatan juga lebih buruk. Ia bilang, berdasarkan catatan Credit Swiss tahun 2020, penjualan sektor ruko dan highrise terjun bebas 85% dan penjualan yang bisa terjadi hanya sekitar 10% sampai 15% saja.
"Dengan demikian, melalui relaksasi ini saya optimis bisa meningkatkan penjualan properti karena sebesar 90% orang membeli properti secara kredit. Kalau kredit diketatkan, mala semua lini ikut ketat semua," tutup dia.
Selanjutnya: BI longgarkan ketentuan LTV, Ini permintaan REI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News