Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perekonomian yang membuat pelonggaran atau relaksasi impor bahan baku khusus bagi pelaku usaha dan industri kecil dan menengah (UMKM) mendapat respons yang beragam. Meski, tujuan kebijakan itu demi pengembangan bisnis UKMKM yang bersangkutan.
Ketua Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia Dwi Ranny Pertiwi Zarman menilai upaya pemerintah tersebut masih belum tepat bagi industri jamu yang kebanyakan berstatus industri kecil dan menengah. Berdasarkan pengalaman industri jamu kala impor bahan baku, kerap kali terjadi bahan baku yang terkirim itu tercampur dengan bahan kimia. "Padahal di sampel bagus," kata Dwi kepada KONTAN, Rabu (27/12)
Nah, yang kena imbas justru industri jamu sendiri. Semisal produk jamu yang ada di pasaran kerap ditarik karena mengandung bahan kimia.
Menurut catatannya, ada 10 produk jamu merek terkenal yang terkena masalah ini. Melihat hal tersebut, pihak asosiasi menyarankan kepada para pelaku industri jamu supaya tidak membeli bahan baku impor.
Alih-alih impor, justru para pebisnis jamu meminta perhatian serius dari pemerintah untuk bisa membantu dalam budidaya bahan baku jamu yang masih impor. Seperti mint, jahe, atau kunyit di dalam negeri. Pemerintah juga bisa membuat sentra bahan baku jamu di daerah tertentu yang terdapat industri jamu. "Supaya petani bisa mendapatkan pasar," tuturnya.
Kalaupun tidak, ia menyarankan dibentuk semacam Bulog yang khusus menangani bahan baku jamu dan obat tradisional. Sejauh ini, katanya, industri jamu dan obat tradisional domestik masih mengimpor produk jamu hingga 20% dari total kebutuhan bahan baku.
Pertumbuhan industri jamu di Indonesia sepanjang 2017 tidak sampai 5% dibandingkan dengan 2016. Sedangkan pertumbuhan penjualan secara asosiasi naik 5% dibandingkan 2016. Sedangkan untuk tahun depan, ia menargetkan pertumbuhan industri dan penjualan jamu bisa naik 10% dibandingkan dengan 2017.
Sedangkan pebisnis sektor lain justru berpendapat sebaliknya. Menurut Brand Manager Danjyo Hiyoji, Erwin Arifin, upaya pemerintah itu sudah tepat. Industri kreatif, terutama bidang fesyen, saat ini mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku yang lebih bervariasi agar bisa bersaing di pasaran.
Sebagai pebisnis pembuat kaus, pihaknya tidak patah arang. Perusahaan ini kerap kali melakukan kerjasama atau kolaborasi dari hulu ke hilir. Yakni, kerjasama antara pabrik bahan tekstil, desainer, hingga bagian produksi. "Kerjasama ini sangat membantu untuk tetap berkarya dan menjaga eksistensi masing-masing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut," ungkap Erwin kepada KONTAN (27/12).
Erwin bilang, bila ditambah dengan upaya dari pemerintah untuk mempermudah mendapatkan bahan impor, maka hal ini akan menambah modal dan kekuatan bagi industri ini untuk bisa meningkatkan daya saing terutama dengan merek atau produk luar yang saat ini banyak masuk ke Indonesia. "Malah bisa sampai 100% mendorong pertumbuhan industri ini," timpalnya.
Ini lantaran bahan baku yang menjadi kebutuhan atau permintaan khusus dari industri tekstil, terutama untuk industri kaus, bisa didapatkan sehingga mereka bisa berproduksi optimal dalam pembuatan produk tekstil atau kaus. "Jadi bisa menambah nilai jual dan minat pembeli bakal semakin besar," tuturnya.
Melihat terobosan dari pemerintah, manajemen Danjyo Hiyoji optimistis bisa meraup pertumbuhan bisnis hingga 100% ketimbang tahun ini. Sedangkan pertumbuhan bisnis perusahaan tersebut sepanjang tahun ini juga mengalami pertumbuhan ketimbang tahun lalu.
Ketua Umum DPP IKA Ikopin Adri Istambul Lingga Gayo juga berharap koperasi bisa memanfaatkan kelonggaran impor tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News