Reporter: Merlinda Riska | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Summarecon Agung Tbk hanya akan mengembangkan satu proyek tahun ini. Pengembang properti ini merasakan tekanan di bisnis properti masih besar.
Salah satu tekanan itu adalah kebijakan pemerintah mengenakan pajak barang sangat mewah bagi properti. "Sekarang ini, kami belum tahu pasti berapa nilai properti yang kena tambahan pajak, apakah Rp 5 miliar atau bisa di bawah itu," ujar Adrianto P. Adhi, yang baru disahkan sebagai Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk pada rapat umum pemegang saham (RUPS), Rabu (10/6).
Sementara satu proyek yang akan dikembangkan Summarecon adalah township di Bandung, Jawa Barat. Patut dicatat, sejatinya perusahaan berkode SMRA di Bursa Efek Indonesia itu berencana merilis proyek tersebut pada April 2015 lalu. Tapi dengan alasan ekonomi lesu, mereka merombak rencana peluncuran dan desain proyek.
Di tahap pertama, Summarecon akan membangun dua klaster hunian. Summarecon membutuhkan lahan seluas 15 hektare (ha) - 20 ha untuk mengembangkan dua klaster itu. Lahan tersebut menjadi bagian dari 300 ha lahan yang mereka miliki di Kota Kembang.
Summarecon berharap pengembangan township tahap pertama itu bisa mendatangkan marketing sales Rp 1 triliun. "Artinya, kebutuhan capex (belanja nodal) kami mencapai Rp 600 miliar–Rp 700 miliar," kata Michael Yong, Direktur Keuangan PT Summarecon Agung Tbk.
Asal tahu saja, township di Bandung bakal menjadi township keempat Summarecon. Sebelumnya perusahaan itu sudah mengembangkan township di Jakarta, Bekasi Jawa Barat dan Serpong Banten.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News