kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,40   8,81   0.99%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi formula harga solar subsidi, ESDM tunggu respon Kemenkeu


Kamis, 21 November 2019 / 20:00 WIB
Revisi formula harga solar subsidi, ESDM tunggu respon Kemenkeu
ILUSTRASI. Pengisian bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Jakarta, Senin (1/7).


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah tengah membahas revisi formula harga untuk solar bersubsidi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengirimkan surat permohonan pertimbangan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas usulan revisi formula harga dasar jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) Tertentu Jenis Minyak Solar (Gas Oil).

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya memproses revisi ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Baca Juga: Pertamina mulai uji coba B30 di Terminal BBM

"Surat itu sedang kita kirim ke Kemenkeu. Perubahan usulannya sesuai Perpres kita mengajukan ke Kemenkeu tinggi tunggu, prosedurnya seperti itu," kata Djoko saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (21/11).

Surat tersebut menyebutkan perlu dilakukan penyesuaian formula harga dasar Jenis BBM Tertentu Jenis Minyak Solar (Gas Oil). Usulan perubahannya, dari yang semula 95% Harga Indeks Pasar (HIP) minyak solar + Rp 802 per liter, menjadi 100% HIP minyak solar + Rp 802 per liter.

Adapun, sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 1980 K/10/MEM/2018 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Minyak, HIP Minyak Solar (Gas Oil), didasarkan pada 100% harga publikasi Mean of Platts Singapore (MOPS) jenis Gas Oil 0,25% Sulfur.

Baca Juga: Memanfaatkan anugerah melimpah energi terbarukan, dari matahari hingga panas bumi

Djoko bilang, Kemenkeu hingga saat ini belum membalas surat yang diajukan Kementerian ESDM sejak 27 September 2019 tersebut. Namun, Djoko menargetkan revisi ini bisa rampung sebelum akhir tahun ini. "Kita tunggu saja, Insha Allah (selesai sebelum akhir tahun)," sambung Djoko.

Revisi ini ditujukan untuk mengubah formula harga dalam dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 62 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan, yang terbit 2 April 2019.

Dalam beleid itu disebutkan harga dasar jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan ditetapkan berdasarkan biaya perolehan yang dihitung secara bulanan pada periode tanggal 25 hingga tanggal 24 bulan sebelumnya, biaya distribusi dan biaya penyimpanan serta margin. Dengan demikian, formula harga minyak solar subsidi ditetapkan sebagai berikut: formula 95% HIP minyak solar + Rp 802,00 per liter.

Formula harga dalam beleid ini lah yang membuat PT AKR Corporindo Tbk keberatan lantaran dinilai tidak ekonomis. Direktur AKRA Suresh Vembu mengungkapkan, pihaknya tidak bisa menyalurkan solar bersubsidi hingga akhir tahun ini lantaran terkendala formula harga tersebut.

Baca Juga: AKR Corporindo (AKRA) siap salurkan kembali solar subsidi di tahun 2020

Sejak 12 Mei 2019, AKR pun berhenti menyalurkan solar bersubsidi. "Formula itu nggak ekonomis. Kalau misalnya saya beli barangnya memakai MOPS (Mean of Platts Singapore) harus jual 0,95 kalinya, gimana bisa ekonomis? nggak bisa kan?," kata Suresh kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).

Suresh bilang, AKR siap kembali menyalurkan solar bersubsidi pada tahun 2020 setelah formula harga diubah menjadi ekonomis. "Sudah pasti akan menyalurkan lagi. Untuk ini kita bisa salurkan di tahun 2020, kita siap dengan formula baru yang lebih ekonomis," sambung Suresh.

Hal itu juga ditegaskan kembali oleh Presiden Direktur AKR Haryanto Adikoesoemo. “AKR tetap mendukung program pemerintah dalam menyalurkan BBM kepada masyarakat. Di tahun 2020 AKR siap mulai kembali menyalurkan kembali BBM Bersubsidi melalui outlet-outlet kami,” kata Haryanto.

Haryanto menerangkan, sejak Penugasan Jenis BBM Tertentu (JBT) pertama kali oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) di tahun 2010, hingga saat ini AKR sudah memiliki lebih dari 135 outlet SPBKB (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan).

Baca Juga: Menyikapi Aturan Baru BBM Kapal, ini Kesiapan AKRA dan Pertamina

SPBKB dan SPBN itu tersebar di 75 Kabupaten/Kota dan 12 Propinsi; yaitu di Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×