kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.916.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.854   -34,00   -0,20%
  • IDX 6.443   1,40   0,02%
  • KOMPAS100 923   -0,16   -0,02%
  • LQ45 721   -2,31   -0,32%
  • ISSI 203   0,88   0,44%
  • IDX30 376   -1,48   -0,39%
  • IDXHIDIV20 458   -1,25   -0,27%
  • IDX80 105   -0,17   -0,16%
  • IDXV30 112   0,00   0,00%
  • IDXQ30 124   -0,33   -0,26%

Ribuan Pelaku Usaha Menjerit! Terdampak Kenaikan Gas Industri


Selasa, 08 April 2025 / 14:32 WIB
Ribuan Pelaku Usaha Menjerit! Terdampak Kenaikan Gas Industri
ILUSTRASI. Kenaikan harga gas industri akan berdampak bagi ribuan pelanggan gas dari sektor industri dan komersial non-PGBT. ANTARA FOTO/Ardiansyah/aww/18.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTAKenaikan harga gas industri akan berdampak bagi ribuan pelanggan gas dari sektor industri dan komersial non-PGBT (Pengguna Gas Bumi Tertentu) atau di luar industri penerima Harga Gas Tertentu (HGBT).

Untuk diketahui, industri pengguna gas bumi di Indonesia setidaknya dibagi menjadi 2 (dua). Pertama, Pengguna Gas Bumi Tertentu (PGBT), yaitu 253 industri yang mendapatkan harga khusus atau HGBT sebagaimana tercantum di dalam Keputusan Menteri ESDM No. 76.K/MG.01/MEM.M/2025 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu.

PGBT yang berlanjut di tahun 2025 ini, meliputi 7 (tujuh) sektor industri tertentu, di antaranya pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca serta sarung tangan karet.

Baca Juga: Industri Keluhkan Ketidakpastian Pasokan Gas Murah

Sementara itu, perusahaan yang tidak tercantum di dalam Kepmen ESDM tersebut digolongkan sebagai industri non-PGBT yang membeli gas dari supplier termasuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan harga keekonomian.

Adapun, jumlah pelanggan industri PGN per semester I-2024 sekitar 3.165 perusahaan. Artinya, akan ada ribuan pelanggan non-PGBT yang akan terkena dampak dari kenaikan harga gas. 

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo) Fathul Nugroho mengatakan apabila harga gas non-PGBT tetap naik per April 2025 ini sampai dengan sekitar 60% tanpa intervensi Pemerintah, maka akan ada beberapa dampak yang ditanggung oleh industri non-PGBT.

"Yang pertama, pasti kenaikan biaya produksi. Harga Pokok Penjualan (HPP) diperkirakan akan naik sekitar 10-20%, karena biaya energi primer sekitar 30% dari total biaya produksi, dan tentunya kenaikan harga jual akan mengurangi daya beli masyarakat". kata Fathul kepada Kontan, Selasa (08/04) 

Baca Juga: Wamenperin Faisol Riza Buka Suara Soal Harga Gas HGBT dan Non-PGBT yang Jomplang

Kedua, adanya penurunan daya saing global. Menurut dia, di tengah kondisi global yang semakin tidak menentu atas kebijakan tarif impor resiprokal Amerika Serikat oleh Presiden Trump terhadap beberapa negara termasuk Indonesia, tentunya industri dalam negeri semakin berat menghadapi tantangan daya saing global.

"Dengan kenaikan harga sampaikan dengan 20% akibat kenaikan harga gas, maka industri seperti tekstil akan semakin berat untuk masuk ke pasar AS," tambahnya.

Ketiga, risiko Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan terjadi apabila volume permintaan dari pelanggan, baik domestik maupun ekspor terjadi penurunan.

"Kenaikan harga gas non-PGBT 2025 oleh PGN ini tentunya bisa berakibat kontraproduktif dengan visi Indonesia sebagai pusat manufaktur global. Jika tidak ada revisi, kita tidak hanya kehilangan lapangan kerja, tetapi juga mengancam target pertumbuhan industri 7,29% di 2025". kata Fathul.

Hal senada juga diungkap Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar. Menurutnya kebutuhan energi adalah hal primer bagi industri, maka jika ada kenaikan harga akan berpengaruh pada peningkatan biaya yang signifikan.

Baca Juga: Perusahaan Gas Negara (PGN) Beberkan Alasan Harga Gas Industri Non-PGBT Naik

"Kebutuhan energi bagi industri cukup besar, berkisar 10 sampai dengan 40 persen. Jadi kalau harga gas naik, maka cost juga akan bertambah, bisa dipastikan biaya produksi menjadi semakin tinggi," jelasnya.

Lebih jauh, Bisman bilang jika kenaikan harga disebabkan karena menurunnya produksi gas di dalam negeri, penerapan Domestic Market Obligation (DMO) dinilai bisa diterapkan oleh pemerintah.

"Kebijakan DMO untuk menjamin pasokan gas dalam negeri. Tapi presentase harus proporsional dengan mempertimbangkan kebutuhan, namun masih memberikan ruang bagi pelaku usaha gas bumi untuk mendapatkan margin yang cukup," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×