Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN menjelaskan alasan kenaikan harga gas industri, khususnya bagi sektor industri non-Pengguna Gas Bumi Tertentu (non-PGBT) atau industri yang tidak menerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Sekretaris Perusahaan PGN, Fajriyah Usman, menyebutkan bahwa kenaikan ini disebabkan keterbatasan pasokan gas pipa di beberapa wilayah, seperti Jawa Bagian Barat, Lampung, Riau, dan Kepulauan Riau, yang telah terjadi sejak 2024 dan diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan.
"Terhadap kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketersediaan gas pipa bagi pelanggan non-PGBT," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (7/4).
Baca Juga: Kenaikan Harga Gas Industri Non-PGBT Dinilai Sebagai Konsekuensi Kebijakan HGBT
Penyesuaian ini dilakukan untuk menyelaraskan dengan perubahan struktur pasokan gas dan dinamika harga energi global yang berdampak pada harga agregat gas bagi pelanggan mulai Mei 2025.
Selain itu, Fajriyah menjelaskan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 134/2022 tentang Pedoman Penetapan Serta Evaluasi Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), pasokan gas pipa untuk pelanggan non-PGBT semakin terbatas akibat optimalisasi alokasi bagi pelanggan PGBT.
"Sebagai informasi, pada tahun 2025, pasokan gas pipa yang tersedia sebesar 371 BBTUD, sedangkan total permintaan mencapai 534 BBTUD," jelasnya.
Dari total pasokan 371 BBTUD, sebanyak 325 BBTUD diprioritaskan bagi pelanggan HGBT, sesuai dengan Kepmen 134/2022.
Baca Juga: Harga Gas Industri Naik, Pengamat Ungkap Ada Efek Samping dari Keberlanjutan HGBT
"Sebagai konsekuensinya, pelanggan non-PGBT akan menerima porsi gas hasil regasifikasi LNG atau eks-LNG yang lebih besar," tambahnya.
Faktor lain yang menyebabkan kenaikan harga gas industri non-PGBT adalah harga LNG, yang dipengaruhi oleh harga minyak mentah Indonesia (ICP) serta kondisi pasar global.
"Karena sebagian besar pasokan untuk pelanggan non-PGBT kini berasal dari LNG, maka perubahan harga LNG berpengaruh terhadap harga agregat gas yang diterima pelanggan," ungkapnya.
Fajriyah menambahkan bahwa PGN memberikan masa transisi bagi pelanggan agar dapat beradaptasi, dengan penerapan penuh penggunaan gas eks-LNG mulai Mei 2025.
Ke depan, PGN akan terus berupaya menjaga harga gas tetap kompetitif dengan mengoptimalkan portofolio pasokan, mengeksplorasi skema kontrak yang lebih fleksibel, serta memastikan transisi yang lancar bagi seluruh pelanggan.
Baca Juga: Harga Gas Industri Naik, Beban Regasifikasi Jadi Sorotan
"Kami berkomitmen untuk tetap menyediakan pasokan gas yang andal serta mendukung pertumbuhan industri nasional dengan solusi berkelanjutan. Kami juga akan terus berkoordinasi secara intensif dengan para pemangku kepentingan terkait," tutupnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Asosiasi Pemasok Energi Mineral & Batubara Indonesia (ASPEBINDO) mengungkapkan kenaikan harga gas industri non-PGBT.
Menurut Wakil Ketua ASPEBINDO, Fathul Nugroho, kenaikan harga telah terjadi sejak kuartal pertama 2024, dari US$ 10,2 per MMBtu menjadi US$ 14,27 per MMBtu. Kenaikan lebih lanjut terjadi pada April 2025, dengan harga mencapai US$ 16,89 per MMBtu.
Selanjutnya: Alasan Harga Tiket Pesawat Domestik Masih Mahal Meski Ada Diskon dari Pemerintah
Menarik Dibaca: Menu Diet Sehat Seminggu yang Dapat Anda Coba Konsumsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News