kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Riset: Penjualan kendaraan listrik akan lampaui kendaraan konvensional mulai 2035


Kamis, 22 April 2021 / 17:23 WIB
Riset: Penjualan kendaraan listrik akan lampaui kendaraan konvensional mulai 2035
ILUSTRASI. Teknisi mencoba layanan fasilitas pengisian daya atau charging mobil listrik?Hyundai Ioniq di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan. (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maybank Kim Eng Research menyebut, kendaraan listrik siap untuk mengimbangi penjualan kendaraan konvensional atau berbahan bakar minyak pada tahun 2030 dan akan melampaui penjualan kendaraan konvensional mulai tahun 2035.

Penetrasi kendaraan listrik di tahun 2020 tercatat sebesar 4% dan siap untuk tumbuh 5 kali menjadi 20% di tahun 2025. Hal ini signifikan untuk ASEAN yang memiliki potensi pasar dari 40 juta unit untuk segmen kendaraan roda empat dan 220 juta unit untuk segmen kendaraan roda dua.

Thailand, Indonesia, dan Malaysia merepresentasikan tiga segmen pasar roda empat terbesar di ASEAN dalam hal penjualan dengan mendominasi 75% pangsa pasar sekaligus menjadi pusat produksi di ASEAN. Di segmen roda dua, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia secara kolektif menguasai 99% pangsa pasar dalam hal penjualan.

Liaw Thong Jung, Associate Director, Maybank Kim Eng Research menyampaikan, Thailand, Indonesia, dan Singapura tetap memimpin negara ASEAN lainnya dalam hal pengembangan kebijakan-kebijakan yang mendukung kendaraan listrik.

Baca Juga: Inilah deretan mobil listrik baru dari BMW untuk pasar Indonesia

Sementara itu, konsumen Malaysia sangat sensitif terhadap harga dan pro terhadap mobil buatan dalam negeri, sedangkan Filipina lebih memilih sepeda motor. Subsidi bahan bakar di Malaysia dan Filipina juga berkontribusi terhadap tingginya preferensi konsumen pada kendaraan konvensional.

“Kami memperkirakan adopsi yang lebih cepat dari kendaraan roda dua dibandingkan roda empat di ASEAN,” tutur dia dalam siaran pers yang diterima Kontan, Kamis (22/4).

Penggerak penting kendaraan listrik di ASEAN antara lain biaya yang akan semakin rendah, preferensi konsumen akan gaya hidup yang lebih bersih dan hijau, serta kebijakan pemerintah. Namun, pasar ASEAN masih sangat berfokus pada kendaraan konvensional. Hal ini terlihat dari tingkat penetrasi di tahap awal pengadopsian kendaraan listrik yang kurang dari 1% untuk saat ini.

Indonesia memiliki kebijakan kendaraan listrik yang jelas dan mendukung Foreign Direct Investment (FDI) kendaraan listrik. Hal ini menggarisbawahi rencana Indonesia dalam melarang penjualan kendaraan berbahan bakar fosil di tahun 2035 dan menargetkan minimum 20% dari semua kendaraannya menjadi listrik di tahun 2025.

Kebijakan ini juga mampu menarik banyak program investasi yang berhubungan dengan kendaraan listrik hingga sekarang dan Indonesia terus mengejar investasi baru di bidang ini. Indonesia pun memiliki 24% dari total cadangan nikel di dunia sebagai materi pokok yang digunakan dalam pembuatan baterai.

Untuk mencapai targetnya, Indonesia telah membentuk Indonesia Battery Corporation (IBC), sebuah kerja sama antar empat perusahaan milik negara bernilai US$ 22 miliar. IBC akan terlibat dalam keseluruhan rantai pasokan kendaraan listrik, mulai dari penambangan nikel hingga daur ulang.

Tantangan yang menghambat percepatan penerimaan kendaraan listrik di antaranya keterjangkauan harga, waktu yang dibutuhkan saat pengisian daya, jarak atau jangkauan antar pengisi daya, reliabilitas dan ketersediaan stasiun pengisi daya, serta banyaknya pilihan model kendaraan listrik.

Kebijakan pemerintah dalam hal insentif dapat mendukung perkembangan infrastruktur serta meningkatkan faktor keterjangkauan dari kendaraan listrik. Sementara itu, produsen peralatan asli (OEM) harus menjadi ujung tombak dari inovasi dalam hal reliabilitas dan teknologi baterai.

Di antara kebijakan dan insentif yang bisa dipertimbangkan pemerintah untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik adalah insentif fiskal yang berulang, seperti pajak bahan bakar atau harga listrik yang dinamis, insentif fiskal satu kali seperti bebas pajak atau tarif emisi karbon, dan insentif non fiskal seperti infrastruktur pengisian daya, akses jalur khusus, parkir gratis, bebas tol, dan zona emisi rendah.

Untuk memperluas potensi kendaraan listrik, ASEAN perlu untuk menarik perhatian China dalam investasi kendaraan listrik dan mitra kerja yang berpotensial di bidang kendaraan listrik.

China telah memiliki bisnis model kendaraan listrik yang terbukti dengan rantai pasokan yang lengkap dan perusahaan kendaraan listrik yang terbukti. ASEAN dapat menjadi tangan kanan penggerak pasar kendaraan listrik untuk China.

Selanjutnya: Menhub ingin kendaraan listrik jadi kebutuhan massal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×