Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Maraknya pembangunan toko ritel modern dituding menjadi salah satu faktor yang memperparah ketimpangan ekonomi di perkotaan. Sayang, hal ini dibiarkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Muhamad Idrus dalam suatu diskusi menuturkan, ketimpangan ekonomi di Ibu Kota semakin parah akibat praktik kebijakan tak memihak rakyat.
"Kita bisa lihat gejala maraknya toko ritel modern hingga pelosok kampung, sementara warung tradisional banyak yang gulung tikar. Hal itu menambah parah pengangguran di Ibu Kota," ujar Idrus, Kamıs (3/4).
Merujuk data yang ada, ia menyebut perkembangan ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart yang menggurita. Menurutnya, saat ini ada sekitar 10.600 gerai Indomaret di seluruh Indonesia, 488 di antaranya berlokasi di Jakarta. Sedangkan Alfamart memiliki 8.557 gerai di seluruh Indonesia.
"Tragisnya, lokasi ritel modern berdekatan dengan warung tradisional. Padahal barang yang dijual lebih beragam dan harganya pun lebih murah. Tentu warung kelontong kalah bersaing," ucap Ketua Umum BPP Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Indonesia tersebut.
Tragisnya, kata Idrus, data warung tradisional tak pernah jelas. Ini karena pemerintah masih tak memandang warung tradisional sebagai pelaku ekonomi potensial. Sejatinya, DKI Jakarta saja misalnya, sudah punya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perpasaran Swasta.
Dalam Perda tersebut disebutkan, penyelenggara usaha swasta harus memenuhi ketentuan, “Harga jual barang-barang sejenis yang dijual tidak boleh jauh lebih rendah dengan yang ada di warung dan toko sekitarnya. Dalam praktik, tak ada yang mengawasi pelaksanaan Perda demi melindungi warung rakyat,” tuturnya.
Sementara ıtu, Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform Sapto Waluyo, melihat dalam skala luas praktik kebijakan yang pro-ritel modern akan memiskinkan warga. Ia menuturkan, di minimart orang harus bayar tunai untuk membeli barang, sementara di warung sebagian warga berutang saat belanja.
“Akibatnya, terjadi siklus keuntungan dan pembesaran aset di ritel modern. Sedang warung tradisional mengalami siklus utang dan penurunan aset hingga bangkrut," serunya. (Adiatmaputra Fajar Pratama)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News