kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Rokok elektrik masih memiliki prospek yang cerah di Indonesia


Rabu, 30 Januari 2019 / 17:58 WIB
Rokok elektrik masih memiliki prospek yang cerah di Indonesia


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri rokok elektrik atau vape diprediksi bakal menggeliat. Indonesia yang tercatat memiliki populasi perokok aktif yang besar di dunia diyakini menjadi pasar empuk produk ini.

Aryo Andrianto, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) tak menampik prospek yang baik dari industri ini. Menurutnya ada sekitar 60 juta sampai 70 juta perokok aktif di sini menyebabkan Indonesia menjadi market yang sangat diperhitungkan di regional Asia.

"Saat ini (industri) awal dan masih merangkak, diperkirakan 3% dari perokok tersebut atau sekitar 1-2 juta telah menjadi pengguna vape," urai Aryo kepada Kontan.co.id, Rabu (30/1). Apalagi setelah dilegalkan, menurutnya semakin besar ketertarikan perokok tembakau mencoba beralih ke produk alternatif ini.

Selain itu beredar kabar perusahaan pembuat alat vape yakni, Juul Labs Inc. tertarik menjajaki kemungkinan menjual produknya di Indonesia. Aryo tak heran, sebab sebagai perusahaan multi nasional ia menilai Juul Labs tentu telah melakukan pengkajian memilih merapatkan produknya ke kawasan ini.

Kendati menyatakan minatnya untuk masuk ke Indonesia, Juul Labs masih menanti persetujuan dari pemerintah. Mengutip dari Reuters, Perwakilan Juul Labs dikabarkan sudah mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Indonesia tahun 2018 untuk memperkenalkan peralatan rokok elektriknya.

Jika membandingkan negara di Asia lainnya, Aryo meyakini pasar Indonesia lebih siap lantaran regulasi yang mengaturnya sudah cukup kuat. "Ambil contoh Malaysia, meski berkembang namun skalanya masih kecil dan peraturannya belum jelas. Korea Selatan saja baru mau bikin peraturannya, kalau boleh dibilang Indonesia negara di Asia yang baru punya peraturan (rokok elektrik)," urainya.

Hal ini dinilai menjadi bahan pertimbangan utama untuk produsen vape dari luar masuk ke Indonesia. Sementara itu, apakah memungkinkan produsen rokok tembakau dalam negeri mulai melirik untuk memproduksi jenis rokok baru ini?

Aryo belum dapat memastikannya, namun ia memaparkan di pasar Internasional trend ke arah sana sudah mulai berjalan. "Kayak Phillip Morris saja sudah memikirkan itu telah melakukan peluncuran produk vape nya. Pada akhirnya semua berlomba di industri ini," sebutnya.

Produk vape Phillip Morris tersebut bernama IQOS 3 dan IQOS 3 Multi seara resmi pada November tahun 2018 kemarin telah dipasarkan di Jepang, Swiss, Inggris, Rusia dan Kolombia. Big Tobacco Companies menganggap Jepang sebagai tempat uji yang ideal untuk produk tembakau HNB, karena rokok elektrik biasa tidak diperbolehkan disebabkan peraturan nikotin ketat negara.

Selain Phillip Morris adapula Japan Tobacco Inc yang awal tahun ini telah meluncurkan dua produk “heat-not-burn” baru, Ploom Tech + dan Ploom S, untuk bersaing dengan produk serupa dari IQOS milik Phillip Morris. Hal ini dilakukan oleh Japan Tobacco untuk memperluas penggunaan produk HnB dikarenakan rokok konvensional di Jepang mulai kurang di minati.

Saat ini menurut aryo sasaran produk vape rata-rata kelas ekonomi menengah, namun seiring ramainya produsen besar rokok tembakau beralih ke rokok elektrik bukan tidak mungkin segmen menengah ke bawah ke bawah dapat dimaksimalkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×