Reporter: Muhamad Aghasy Putra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah yang semakin melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut memukul industri penerbangan. Mengutip data Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 16.430 per dolar AS pada Jumat pekan lalu (21/6)
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS menjadi momok bagi industri penerbangan lantaran banyaknya komponen biaya pesawat seperti operasional yang dibayar dalam bentuk dolar AS.
“Banyak nan kompleks pula (permasalahan industri maskapai) dimana exchange rate menjadi momok bagi kita. Komponen industri ini menggunakan dolar kan besar, kalau exchange rate kita lemah terus kan bagaimana? Income kita kan banyak rupiah,” kata Irfan saat dihubungi Kontan, Minggu (23/6).
Baca Juga: Menilik Efek Pelemahan Rupiah terhadap Sektor Pertambangan
Ditambah lagi, tarif batas atas (TBA) tiket penerbangan yang tak kunjung dinaikkan Kementerian Perhubungan. Terakhir kali, tarif batas atas ditetapkan pada tahun 2019 sudah tidak relevan dengan biaya operasional maskapai pada saat ini.
Tarif batas atas penerbangan masih merujuk asumsi nilai tukar rupiah yang sebesar Rp.13.000 per dolar AS, sementara saat ini sudah Rp 16.400 per dolar AS.
“Tentu kami membutuhkan relaksasi atas tarif batas atas ini. Kalau begini terus babak belur kita,” imbuh Irfan.
Setali tiga uang, Sekjen Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Bayu Sutanto mengatakan, biaya operasional pesawat yang menggunakan dolar AS itu porsinya sekitar 85%. Dus, pelemahan rupiah akan menjadi tekanan bagi maskapai penerbangan.
“Kalau rupiah terdepresiasi 15% maka tinggal dikalikan 85% biaya operasional yang terekspose dengan nilai dolar AS. INi termasuk biaya avtur yang harganya dipengaruhi nilai kurs juga,” kata Bayu, Minggu(23/6)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News