Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR RI Mulan Jameela menyoroti utang PT PLN (Persero) yang tembus Rp 694,79 triliun. Dengan posisi utang yang jumbo itu, Mulan mempertanyakan kemampuan PLN dalam menjamin pasokan listrik nasional tanpa membuat lonjakan tagihan listrik pelanggan.
Merujuk pada laporan keuangan PLN periode Kuartal I-2020, kata Mulan, PLN memiliki utang jangka panjang sebesar Rp 537 triliun dan utang jangka pendek sebesar Rp 157,79 triliun. Sehingga total utang perusahaan setrum plat merah itu menembus angka Rp 694,79 triliun.
Utang sebesar itu sebagian besar digunakan untuk membiayai megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan 35.000 Megawatt (MW).
Pasalnya, karena tidak mampu membiayai dari dana sendiri, PLN harus berutang kepada perbankan hingga Rp 100 triliun per tahun untuk membangun pembangkit listrik.
Baca Juga: Kebutuhan batubara untuk listrik diprediksi lebih rendah di RUPTL baru PLN
"Dengan kondisi keuangan seperti ini, tentu saja cukup mengagetkan dan tidak sehat," kata Mulan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan PLN, Selasa (25/8).
Lebih lanjut, politisi dari Fraksi Partai Gerindra tersebut mempertanyakan kemampuan PLN dalam menjamin ketersediaan listrik nasional tanpa harus menaikkan tarif listrik kepada masyarakat.
Menurut Mulan, keluhan sebagian pelanggan PLN tentang lonjakan tagihan rekening listrik sudah terdengar oleh anggota parlemen.
"Karena terus terang pada kenyataannya, sampai sekarang kenaikan tarif listrik ini sudah menjadi hal yang meresahkan dan sampai ke telinga kami anggota Komisi VII," ungkap istri dari Ahmad Dhani tersebut.
Menjawab Mulan Jameela, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini tak menampik bahwa pihaknya memiliki utang yang jumbo. Kata dia, PLN pun tengah fokus menjaga keberlanjutan keuangan perusahaan agar bisa bertahan hingga akhir tahun nanti.
"Kami sangat paham mengenai itu, dan memang di situasi pandemi Covid-19 ini, komitmen kami adalah menjaga sustainability keuangan PLN. Paling tidak sampai akhir Desember ini, sustainability dari keuangan PLN akan terjaga," ungkap Zulkifli.
Meski kondisi keuangan PLN tengah tertekan, tapi Zulkifli meyakinkan bahwa pihaknya mengikuti ketentuan dari pemerintah dengan tidak memberlakukan penyesuaian tarif (tariff adjusment) sejak 1 Januari 2017 lalu.
Baca Juga: PLN: BPP naik, beban subsidi bisa bertambah Rp 10,7 triliun per tahun
Jadi jika ada yang mengeluhkan lonjakan tagihan listrik, hal itu terjadi karena pemakaian listrik yang meningkat. "Tagihan itu tarif dikali pemakaian. Kalau ada tagihan listrik naik, kami yakinkan itu kenaikan pemakaian, bukan kenaikan tarif," ujar Zulkifli.
Asal tahu saja, sejak tahun 2017 penyesuaian tarif tidak diberlakukan pemerintah. Artinya, tarif listrik tetap meski seharusnya disesuaikan dengan pergerakan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP), nilai kurs, dan inflasi.
Atas kebijakan tersebut, PLN pun mendapatkan kompensasi. Adapun, pemerintah sudah membayarkan utang kompensasi untuk tahun 2017. Sedangkan utang kompensasi pemerintah ke PLN untuk tahun 2018 dan 2019 jumlahnya mencapai Rp 45,42 triliun.
Namun, dari utang kompensasi sebesar Rp 45,42 triliun tersebut, Zulkifli mengatakan bahwa pemerintah baru membayar sekitar Rp 7 triliun. PLN berharap, sisa utang kompensasi sebesar Rp 38 triliun bisa dilunasi pemerintah pada akhir bulan ini atau di awal bulan depan.
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sudah berjanji bakal membayar utang kompensasi tersebut pada akhir bulan ini. "Kami sudah dapat janji, mudah-mudahan demikian. Kami sedang menunggu dengan berdebar-debar," pungkas Zulkifli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News