Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Melemahnya pasar properti Indonesia saat ini yang diprediksi terus berlanjut hingga 2014 mendatang, meninggalkan beberapa hal yang harus diwaspadai. Calon pembeli, apalagi yang bermotif investasi harus lebih jeli dan cerdas sebelum memutuskan membeli properti.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, mengatakan, beberapa hal yang harus diwaspadai itu antara lain menghindari jebakanĀ gimmick berupa garansi keuntungan sewa dengan angka tinggi lebih dari suku bunga deposito.
"Jebakan seperti ini akan kian menjamur, karena persaingan demikian ketat. Pasok banyak, permintaan dan keterisian juga menurun. Sehingga pengembang dengan segala cara melakukan trik-trik tertentu untuk memikat calon pembeli," jelas Ali kepada Kompas.com, di Jakarta, Jumat (25/10/2013).
Menurutnya, jebakan paling "membahayakan" ada di sektor kondotel. Jika dulu kondotel merupakan instrumen investasi yang menjanjikan dengan potensi keuntungan menggiurkan, kini, saat pasar melambat, harus dipertimbangkan ulang. Kendati dalam jangka panjang, kondotel tetap merupakan salah satu instrumen investasi pilihan, setelah rumah tapak.
"Pasar sudah terlalu sesak dipenuhi kondotel. Terlebih di Bali, sebagai "surga" kondotel. Kondisi aktual yang terjadi adalah kompetisi yang menjurus tidak sehat. Praktik perang tarif sudah mulai ditempuh, karena pasok berlebih. Pendek kata, pasar kondotel di Bali sudah berada pada titik jenuh," ungkap Ali.
Nah, lanjut Ali, untuk memikat calon pembeli, pengembang akan menetapkan rental guarantee setinggi mungkin sekitar 20 sampai 30 persen selama dua tahun pertama. Ini artinya dalam setahun, pembeli atau pemilik unit-unit kondotel akan mendapat garansi pendapatan sewa sekitar 10-15 persen.
"Bahkan, tak jarang, pengembang menaikkan harga jual kondotelnya di atas angka yang wajar. Saat ini Rp 25 juta-29 juta per meter persegi untuk kondotel kelas menengah adalah angka wajar yang bisa ditoleransi. Lebih dari itu, harus diwaspadai, karena lebih sebagai trik pengembang," imbuhnya.
Setelah masa garansi dua tahun berlalu, apa yang kemudian didapat konsumen? Tentu saja, kata Ali, semua kembali kepada mekanisme pasar. Bila jumlah tamu yang menginap di kondotel tersebut banyak atau mempengaruhi kinerja tingkat okupansi, maka keuntungan sewa yang akan didapat kemungkinan mendekati, sama atau bahkan melampaui rental guarantee saat dua tahun pertama beroperasi.
Sebaliknya, bila kinerja tingkat hunian melorot, maka pendapatan dan keuntungan sewa pun bisa dipastikan akan turun.
Agar calon pembeli tak terjerat pada investasi properti yang tidak mendatangkan keuntungan, sebaiknya memperhatikan beberapa hal berikut ini:
Pertama, perhatikan lokasi di mana kondotel tersebut berada. Bila sudah banyak proyek kondotel dibangun dan beroperasi, lebih baik pertimbangkan ulang. Pilihlah kondotel yang menawarkan keunikan dan segmen berbeda, abaikan kondotel yang menawarkan konsep homogen.
Kedua, perhatikan pengelola kondotel tersebut. Jaringan internasional memang dapat menarik minat tamu atau penyewa. Namun, tidak selalu dapat membukukan kinerja tingkat hunian maksimal. Lebih baik, pilih operator yang sudah terbukti kinerjanya, memiliki basis data tamu dan rekam jejak positif. Ketiga hal tersebut setidaknya akan memberikan potensi keuntungan pendapatan lebih tinggi.
Ketiga, jaminan sewa yang ditawarkan. Ali mengatakan konsumen harus kritis, jangan terlena dengan angka-angka rental guarantee fantastis karena angka-angka tersebut, sejatinya adalah biaya yang sudah dibayarkan konsumen saat meneken pembelian dengan harga jual tertentu.
"Secara umum, properti jenis apapun, merupakan instrumen investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang. Properti tidak sama dengan instrumen investasi lainnya seperti saham yang likuid dengan cepat. Oleh karena itu, konsumen harus memahami sifat-sifat investasi sektor properti," tandas Ali. (Hilda B.Alexander/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News