Reporter: Adi Wikanto, Arif Ferdianto, Lailatul Anisah | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan untuk memberikan tunjangan hari raya (THR) berupa Bonus Hari Raya (BHR) bagi pengemudi transportasi dan kurir online di tahun ini. Perusahaan aplikasi transportasi wajib memberikan BHR sebesar 20% dari rata-rata pendapatan bulanan mitra pengemudi, baik ojek online (ojol), kurir online maupun drive taksi online.
Hal tersebut tercantum dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir Pada Layanan Angkutan Berbasis Aplikasi.
“Saya menghimbau kepada seluruh perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi untuk memberikan bonus hari raya kepada pengemudi dan kurir online dalam bentuk uang tunai,” ujarnya dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (11/3).
Yassierli menjelaskan, terkait kriteria pengemudi transportasi online atau ojek online (ojol) dan kurir yang berhak mendapatkan BHR dilihat dari tingkat produktifitas dan kinerja yang baik selama kurun waktu satu tahun terakhir.
Baca Juga: Grab Akan Beri BHR untuk Ojol & Driver, Cek Sejarah & Aturan THR Di Indonesia
“Bonus hari raya keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 20% dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir,” jelasnya.
Yassierli mengungkapkan, bagi pengemudi dan kurir online yang tidak memenuhi kriteria di atas, tetap diberikan BHR namun nilainya disesuaikan dengan kemampuan perusahaan aplikasi.
“Bonus Hari Raya keagamaan ini diberikan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan tahun ini pemerintah menaruh perhatian khusus pada pengemudi dan kurir online yang telah memberi kontribusi penting dalam mendukung layanan transportasi dan logistik di Indonesia.
"Untuk itu pemerintah mengimbau kepada seluruh perusahaan layanan transportasi aplikasi untuk memberi bonus hari raya kepada pengemudi dan kurir online dalam bentuk uang tunai dengan mempertimbangkan keaktifan kerja," ujar Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/3).
Prabowo menambahkan, saat ini terdapat sekitar 250.000 pengemudi atau kurir online yang aktif serta kurang lebih 1 juta sampai 1,5 juta pengemudi atau kurir yang berstatus pekerja paruh waktu alias part time.
Group CEO & Co-Founder Grab, Anthony Tan pun menyatakan siap memberikan BHR sebagai bentuk apresiasi perusahaan atas dedikasi dan kontribusi para mitra ojol dan pengemudi taksi online dalam menyambut Hari Idulfitri.
Bonus ini diberikan untuk memberikan dukungan tambahan yang pada dasarnya tidak termasuk dalam manfaat rutin yang diterima oleh pekerja sektor ekonomi informal, seperti mitra pengemudi platform digital (gig worker).
"Grab telah menyiapkan program bonus ini sebagai bentuk dukungan terbaik yang bisa diberikan saat ini, sesuai dengan kondisi finansial perusahaan," katanya dalam keterangan resmi, Senin (10/3).
Tonton: Boleh WFA, PNS Bisa Mudik Lebaran 2025 Lebih Cepat
Sejarah THR
THR adalah salah tunjangan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang biasanya diberikan menjelang perayaan hari besar keagamaan.
Sejarah pemberian THR di Indonesia dimulai sejak era Presiden Soekarno pada tahun 1950-an. Melansir dari laman Indonesia Baik, Ada beberapa perkembangan sejarah pemberian THR di Indonesia.
1. THR Tahun 1951
Perdana Menteri Soekiman memulai kebijakan memberikan tunjangan kepada Pamong Pradja (sekarang dikenal sebagai PNS) berupa uang persekot, yaitu pinjaman awal yang bertujuan untuk mempercepat kesejahteraan pegawai. Pinjaman ini nantinya akan dikembalikan melalui pemotongan gaji pada bulan berikutnya.
2. THR Tahun 1952
Kaum buruh mulai melakukan protes dan menuntut agar mereka juga mendapatkan tunjangan yang sama seperti yang diberikan kepada Pamong Pradja.
3. THR Tahun 1954 Tuntutan tersebut akhirnya dipenuhi, dan Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran yang menghimbau perusahaan untuk memberikan “Hadiah Lebaran” kepada para pekerja sebesar satu dua belas dari upah mereka.
4. THR Tahun 1961
Surat edaran ini kemudian berubah status menjadi peraturan resmi menteri, yang mewajibkan perusahaan memberikan “Hadiah Lebaran” kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan.
5. THR Tahun 1994
Menteri Ketenagakerjaan memperkenalkan perubahan dalam peraturan tersebut dengan mengganti istilah “Hadiah Lebaran” menjadi “Tunjangan Hari Raya” atau THR, yang masih digunakan hingga saat ini. Seiring waktu, tuntutan untuk memberlakukan THR bagi seluruh pekerja semakin kuat. Pada tahun 1994, pemerintah akhirnya mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 04/1994 yang mengatur pemberian THR secara wajib bagi karyawan tetap dan kontrak, baik di sektor swasta maupun pemerintah.
6. THR Tahun 2016
Aturan pemberian THR direvisi kembali. Kini, THR wajib diberikan kepada pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan, dengan besaran yang dihitung secara proporsional. Kebijakan ini terus diperbaharui hingga saat ini melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 6 Tahun 2016, yang mengatur ketentuan pemberian THR, termasuk batas waktu pemberian, yaitu maksimal tujuh hari sebelum hari raya, dan sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi aturan ini.
Perusahaan yang mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan jumlah lebih baik dan lebih besar dari ketentuan di atas tidak terikat Permenaker No.6/2016.
Aturan pembayaran THR
Aturan pembayaran THR selalu berubah tiap tahun. Terakhir kali, pembayaran THR diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024, yang diperkuat dengan Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan.
Sesuai aturan itu, karyawan tetap yang telah bekerja selama 12 bulan wajib mendapatkan THR sebesar satu bulan gaji yang didapatkannya.
Sedangkan untuk karyawan tetap yang telah bekerja selama lebih dari satu bulan, tetapi belum sampai 12 bulan, besaran THR-nya akan dihitung proporsional sesuai masa kerja, yaitu: (Bulan kerja : 12 bulan) x Gaji bulanan
Untuk karyawan dengan status pegawai dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau biasa disebut dengan karyawan kontrak, tetap berhak mendapatkan THR sesuai dengan jumlah gaji yang diterima per bulan.
Namun, untuk karyawan kontrak yang belum bekerja hingga 12 bulan atau lebih, maka perhitungan THR yang didapatkan sesuai dengan lama masa kerjanya, yang bisa dihitung menggunakan rumus di atas.
Pekerja lepas yang bekerja selama 12 bulan atau lebih juga mendapatkan THR sebesar satu bulan upah yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir.
Kemudian untuk pekerja lepas yang belum bekerja hingga 12 bulan, THR yang didapatkan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima setiap bulan selama masa kerja.
Baca Juga: Siap-Siap, Saham Blue Chip Ini Akan Bayar Dividen Jumbo Rp 1,12 Triliun
Selanjutnya: Dibayangi Sejumlah Sentimen Negatif, Begini Prospek IHSG
Menarik Dibaca: Simak Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Pada Rabu 12 Maret 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News