Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
Menurut dia, data dari operator akan lebih kompleks dan rumit. Data tersebut tidak dibutuhkan oleh orang awam yang tidak memiliki kebutuhan teknis telekomunikasi. Contohnya untuk lokasi. Data di operator hanya koordinat. Bukan alamat lengkap. Sedangkan gambar yang beredar di media sosial yang diduga berasal dari pelaku merupakan data sangat umum. “Yang membuat cukup pintar. Bisa memanipulasi dan menggabungkan beberapa data yang selama ini sudah bocor terlebih dahulu dan dibuat seolah-olah data teknis yang berasal dari server tertentu. Padahal itu bukan. Latar belakang hitam atau hijau bisa dibuat dengan mudah,” terang Ruby.
Agar masyarakat terhindar dari penyalahgunaan data pribadi ia menyarankan agar masyarakat bijak menggunakan sosial media. Jika ingin memposting di media sosial, pastikan konten tersebut bukan termasuk dalam ranah pribadi. Jangan pernah mencantumkan data pribadi di media sosial. Ruby menyarankan, ketika hendak memposting foto di media sosial, disarankan foto dan dokumen tersebut di convert. “Pihak yang tak bertanggung jawab dapat melihat metadata dari foto yang kita upload di media sosial dengan sangat mudah,” imbuh Ruby.
Ruby menyarankan pemerintah segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan beleid ini, penegakkan hukum akan lebih tepat. Sehingga dapat membuat jera para pelaku pencurian data pribadi. Saat ini Indonesia hanya memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam UU ITE, pencurian data pribadi melalui penyelenggara transaksi elektronik hanya delik aduan. “Karena delik aduan, tidak ada lembaga yang mau melaporkan pencurian data pribadi pelanggannya ke polisi. Lapor ke polisi berarti mengakui adanya data bocor,” tegas Ruby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News