Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Denny Siregar menuding, kebocoran data pribadi berasal dari operator telekomunikasi. Benarkah demikian? Ahli digital forensik Ruby Alamsyah angkat bicara. Berdasarkan tampilan yang beredar di media sosial, gambar tersebut seolah-olah tampilan teknis dari sebuah akses remote ke sebuah server operator seluler untuk menampilkan data pengguna operator telekomunikasi. “Menurut saya apa yang ditampilkan tersebut bukan gambaran teknis yang benar-benar diambil dari server operator telekomunikasi. Kalau memang benar teknis, pasti jejak digitalnya banyak dan bisa kita lacak dengan mudah,” terang Ruby, dalam penjelasan tertulis, Rabu (8/7).
Ruby menduga, data tersebut bisa saja diambil dan dikombinasikan dengan kebocoran data yang selama ini sudah terjadi. Kebocoran nama, nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) bisa didapatkan dari banyak sumber. Apalagi data pribadi Komisi Pemilihan Umum (KPU). pernah bocor. “No HP bisa di dapat dari no WA grup,” terang Ruby. Seperti kita ketahui data pribadi masyarakat Indonesia kerap dilaporkan bocor dan dapat diintip pihak-pihak yang tak bertanggung jawab
Terkait jenis ponsel, menurutnya itu mudah ditelusuri dan didapatkan. Ketika mengakses situs tertentu, seorang yang mengerti digital bisa mengetahui jenis ponsel yang digunakan. Sehingga bukan perkara sulit untuk mengetahui jenis ponsel dan software yang dipakai. Lebih mudah lagi jika korban pernah mengunduh aplikasi seperti financial technology (fintech) ilegal. Fintech ilegal bisa mengambil semua data. Bahkan data IMEI, operator yang digunakan, jejak kunjungan, daftar kontak dan chat di media sosial bisa didapatkan dengan mudah oleh orang yang tak bertanggungjawab tersebut. “Saya lihat data yang ditampilkan itu masih terlalu umum. Justru kesan yang saya tangkap itu merupakan data yang rapi. Jadi untuk tujuan tertentu. Padahal data yang dimiliki operator hanya data teknis terkait telekomunikasi,” ujar Ruby.
Menurut dia, data dari operator akan lebih kompleks dan rumit. Data tersebut tidak dibutuhkan oleh orang awam yang tidak memiliki kebutuhan teknis telekomunikasi. Contohnya untuk lokasi. Data di operator hanya koordinat. Bukan alamat lengkap. Sedangkan gambar yang beredar di media sosial yang diduga berasal dari pelaku merupakan data sangat umum. “Yang membuat cukup pintar. Bisa memanipulasi dan menggabungkan beberapa data yang selama ini sudah bocor terlebih dahulu dan dibuat seolah-olah data teknis yang berasal dari server tertentu. Padahal itu bukan. Latar belakang hitam atau hijau bisa dibuat dengan mudah,” terang Ruby.
Agar masyarakat terhindar dari penyalahgunaan data pribadi ia menyarankan agar masyarakat bijak menggunakan sosial media. Jika ingin memposting di media sosial, pastikan konten tersebut bukan termasuk dalam ranah pribadi. Jangan pernah mencantumkan data pribadi di media sosial. Ruby menyarankan, ketika hendak memposting foto di media sosial, disarankan foto dan dokumen tersebut di convert. “Pihak yang tak bertanggung jawab dapat melihat metadata dari foto yang kita upload di media sosial dengan sangat mudah,” imbuh Ruby.
Ruby menyarankan pemerintah segera menyelesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan beleid ini, penegakkan hukum akan lebih tepat. Sehingga dapat membuat jera para pelaku pencurian data pribadi. Saat ini Indonesia hanya memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam UU ITE, pencurian data pribadi melalui penyelenggara transaksi elektronik hanya delik aduan. “Karena delik aduan, tidak ada lembaga yang mau melaporkan pencurian data pribadi pelanggannya ke polisi. Lapor ke polisi berarti mengakui adanya data bocor,” tegas Ruby.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News