Reporter: Ario Fajar |
JAKARTA. Perusahaan pengembang produk teknologi informasi (TI) SAP mulai fokus menyasar pasar edukasi. Di Indonesia, SAP melalui anak usahanya PT SAP Indonesia, membangun piranti lunak (software) untuk kurikulum universitas bertaraf internasional.
Dalam proyek ini, SAP menggandeng lima universitas di Indonesia sebagai mitra. Kelimanya adalah Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, STMIK MDP dan MDP Business School, serta Institut Teknologi Harapan Bangsa. "Total dana yang dikeluarkan SAP untuk program ini sebesar US$ 4,1 juta per universitas. Atau sebesar US$ 20,5 juta," ujar Krish Datta, Presiden SAP Asia Tenggara, Kamis (28/10).
Dana tersebut digunakan untuk pengadaan laboratorium komputer berbasis model piranti lunak dari SAP. "Jika tahun ini baru ada lima universitas, tahun depan mungkin ada 10 universitas yang akan bekerja sama dengan kami," imbuh Krish.
Secara global, SAP memang sedang gencar mengembangkan piranti lunak untuk edukasi. SAP juga tengah membangun jaringan universitas global yang menggunakan teknologi SAP dalam proses belajar mengajar. Universitas-universitas tersebut tergabung dalam University Alliances.
"Di Asia Pasifik, anggota University Alliances bisa mengakses piranti lunak SAP melalui pusat hosting-University Competency Center (UCC) yang berbasis di Queensland University of Techonology di Australia," imbuh Krish.
Selain menjual piranti lunak, Krish berharap program SAP bisa menjadi kurikulum atau matakuliah di berbagai lembaga pendidikan.
Contohnya Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta menjadikan beberapa aplikasi SAP sebagai matakuliah, yakni MySAP Apprecition, MySAP Financials, MySAP Order Fullfillment, MySAP Human Resource, MySAP Procurement, dan MySAP BASIS.
Topik-topik tersebut diambil dalam jangka waktu enam sampai delapan semester, tergantung universitas yang menerapkan. Para mahasiswa yang menamatkan program tersebut berhak mendapat sertifikasi dari SAP.
"Lulusan kami yang mendapat sertifikasi SAP sebanyak 19 mahasiswa. Rata-rata bekerja di perusahaan multinasional," ujar Hadri Kusuma, Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News