kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Semester II, sektor makanan dan minuman bergantung belanja dan stimulus pemerintah


Senin, 10 Agustus 2020 / 18:26 WIB
Semester II, sektor makanan dan minuman bergantung belanja dan stimulus pemerintah
ILUSTRASI. Warga memlih makanan dan minuman saat berbelanja di Pasar Swalayan di Bandung, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/ama.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri makanan dan minuman (mamin) masih kokoh di  meski dihantam pandemi corona (covid-19). Buktinya, industri mamin menjadi salah satu dari sebagian kecil industri yang tidak mengalami kontraksi di enam bulan pertama.

Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS) yang dirilis pada 5 Agustus 2020 lalu, industri mamin tercatat masih mengalami pertumbuhan tipis sebesar  0,22% pada kuartal II 2020 dibanding kuartal II tahun 2019 lalu. Sementara itu, pertumbuhan industri mamin di kuartal I 2020 tercatat sebesar 3,94% dibanding periode sama tahun lalu.

Sebagai pembanding, sebagian besar industri manufaktur lainnya mengalami koreksi di tengah pandemi yang mewabah. Industri tekstil dan pakaian jadi misalnya, tercatat mengalami kontraksi sebesar 14,23% secara tahunan atau year-on-year (yoy) di kuartal II 2020. 

Begitu pula industri manufaktur lain seperti industri karet, barang dari karet dan plastik yang terkontraksi sebesar 11,98% yoy dan industri mesin dan perlengkapan yang terkontraksi 13,42% yoy di kuartal II 2020.

Ketua Umum Gabungan Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman mengatakan, pertumbuhan industri mamin di enam bulan pertama salah satunya ditopang oleh konsumsi beberapa produk seperti produk-produk susu berikut turunannya (dairy product), minyak goreng, dan lain-lain.

Baca Juga: Emiten Konsumer Menanti Efek Bansos, Simak Rekomendasi Saham UNVR dan MYOR

“Produk mamin  seperti dairy product, makanan olahan, minyak goreng, dan makanan kaleng ini masih cukup baik konsumsinya di masa pandemi, mungkin ini berkorelasi dengan meningkatnya tren memasak di rumah,” kata Adhi Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (10/8).

Tren permintaan produk makanan dan minuman yang stabil nampaknya juga dirasakan oleh sejumlah emiten barang konsumer. Ambil contoh PT Siantar Top Tbk (STTP) misalnya. 

Produsen makanan ringan yang dikenal dengan produk camilan Mie Gemez tersebut mencatatkan pertumbuhan penjualan neto sebesar 8,66% yoy menjadi Rp 1,80 triliun di semester pertama tahun ini. Sebelumnya, penjualan neto STTP hanya mencapai Rp 1,65 triliun pada semester pertama tahun lalu.

Pertumbuhan serupa juga dirasakan oleh PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) atau Sido Muncul. Sepanjang Januari - Juni 2020 lalu, penjualan segmen makanan dan minuman Sido Muncul tumbuh double digit 16,28% yoy menjadi Rp 469,16 miliar di semester I 2020  dari semula Rp 403,45 miliar di semester I 2019.

Untuk diketahui, produk makanan dan minuman berkontribusi sebesar 32,14% dari total penjualan Sido Muncul di semester I 2020. Sementara itu, sebanyak 63,24% penjualan lainnya berasal dari penjualan segmen jamu herbal dan suplemen, sisanya dari segmen farmasi.

Direktur PT Siantar Top Tbk Armin menilai, industri mamin merupakan industri yang seharusnya memiliki ketahanan paling kuat pada kondisi krisis, sebab keberadaannya berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Itulah sebabnya, penjualan STTP masih mampu bertumbuh, disamping juga didorong oleh upaya dan strategi perusahaan yang dilakukan untuk mengerek kinerja.

Baca Juga: Berikut tanda tubuh kekurangan vitamin B12 yang harus Anda cegah




TERBARU

[X]
×