Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - KONTAN.CO.ID - GRESIK. Hilirisasi tambang maju selangkah lagi. Kamis (27/6), PT Freeport Indonesia memulai operasi smelter tembaga di area Kawasan Industri JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Kehadiran pabrik pemurnian tembaga yang menempati lahan seluas 100 hektare di kawasan ekonomi khusus seluas 3.000 hektare ini sangat penting. Nilai investasinya mencapai US$ 3,7 miliar atau sekitar Ro 58 triliun.
“Ini smelter katoda tembaga single line terbesar di dunia,” ucap Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas, dalam sambutan peresmian operasi smelter ini.
Dengan mulainya operasi, smelter ini perlu 6 minggu sampai 10 minggu untuk memanaskan tungku hingga mencapai titik didih tertentu. Setelah itu barulah konsentrat tembaga yang dikapalkan dari tambang di Papua bisa diolah dan dimasak.
Smelter baru ini berkapasitas 1,7 juta ton konsentrat tembaga. Sementara, saat ini sudah ada smelter PT Smelting, milik Freeport dan konsorsium Jepang dengan operator Mitsubishi yang beroperasi sejak 1996, dengan kapasitas 1,3 juta ton konsentrat tembaga.
Sehingga, total kapasitas 2 smelter di Gresik ini mencapai 3 juta ton. “Smelter ini akan mencapai produksi puncak atau maximal capacity pada Desember 2024,” kata Tony.
Baca Juga: Smelter Gresik Rampung, Pemerintah Beri Sinyal Perpanjang IUPK Freeport
Produk yang dihasilkan smelter ini berupa katoda tembaga ditaksir sebanyak 1 juta ton. Yakni dari smelter baru 650.000 ton dan smelter lama 350.000 ton.
Selain katoda tembaga, produk yang bernilai tinggi dari smelter ini adalah emas (50 ton), perak (200 ton), asam sulfat, kerak tembaga (slag), dan gipsum. Produk-produk yang sangat sangat bermanfaat bagi industri-industri lainnya di kawasan industri JIIPE.
Karena itulah dalam sambutannya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai pembangunan smelter ini luar biasa. “Ini sangat tepat waktu, saat renewable energy menjadi tren, sangat membutuhkan critical minerals, salah satunya copper. Jadi kita punya nikel, kita punya cobalt, kita punya copper,” ujar Airlangga.
Airlangga menilai pembangunan smelter ini luar biasa, lantaran cuma memerlukan 30 bulan sejak dicanangkan Presiden Jokowi. “Ini bisa on time,” ujar Airlangga.
Toh, dari kacamata regulator yang berpatokan pada regulasi, pembangunan smelter tembaga ini dinilai terlambat. Meski sudah berdalih bahwa keterlambatan iru karena kendala pandemi Covid-19, beberapa waktu lalu Freeport Indonesia terpaksa harus membayar denda US$ 57 juta agar ekspor konsentrat tidak tertahan.
Pembangunan smelter ini memang penuh dengan dinamika. Dari sisi teknis, dari jadwal 5 tahun pembangunan, selama 1,5 tahun di awal habis untuk pematangan lahan.
Baca Juga: Freeport Indonesia Resmikan Smelter Tembaga Senilai Rp 58 Triliun
Tak hanya itu, Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia juga mengungkapkan dinamika pembangunan smelter yang akhirnya dibangun di Gresik. Padahal, orang Papua meminta smelter dibangun di Papua karena bijih tembaganya berasal dari tanah Papua.
Pada akhirnya, smelter ini dibangun sebagai bagian dari perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) Freeport Indonesia hingga 2061. Dan ketika perpanjangan IUPK dimulai pada 2041, Pemerintah Indonesia mendapat tambahan saham 10%.
Sehingga, komposisi kepemilikan saham PT Freeport Indonesia nantinya: Pemerintah Indonesia 36,2%, IPMM (patungan Inalum dan Pemda di Papua Tengah) 25%, Freeport McMoran Inc (FCX) 38,8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News