kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sengketa hukum masih berjalan, KCN tetap lanjutkan pembangunan


Minggu, 01 September 2019 / 16:24 WIB
Sengketa hukum masih berjalan, KCN tetap lanjutkan pembangunan
ILUSTRASI. PELABUHAN KCN MARUNDA


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Sengketa hukum proyek pelabuhan Marunda yang melibatkan PT Karya Citra Nusantara (KCN) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) masih terus berjalan. Meski demikian, KCN menyatakan akan terus melanjutkan proses pembangunan Pelabuhan Marunda.

“Sebelum kami digugat, kami sudah memenuhi hampir semua panggilan dari instansi. Tidak ada satu pun yang mengatakan kami salah, terutama di legalitas, amdal, peraturan, dan sebagainya,“ ujar Direktur Utama KCN, Widodo Setiadi pada Sabtu (31/08).

Baca Juga: Persaingan semakin ketat, PT Karya Citra Nusantara menyiapkan SDM

Dari total tiga pier yang akan dibangun di Pelabuhan Marunda, saat ini KCN tengah melakukan pembangunan pier 2. Sejauh ini, progres pembangunan pier 2 sudah mencapai 30%. Menurut keterangan Widodo, saat ini nilai investasi untuk pembangunan pier 2 dan 3 mencapai sekitar Rp 3 triliun.

Sementara itu, pier 1 sudah selesai dibangun dan berpoerasi untuk melayani kegiatan bongkar muat barang-barang curah cair dan kering dengan kapasitas 12 juta ton per tahun.

Pada saat yang bersamaan, KCN tengah menunggu hasil putusan kasasi dari Mahkamah Agung setelah sebelumnya digugat oleh KBN dan kalah dua kali di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.

Adapun tuntutan yang dilayangkan dalam gugatan KBN tersebut antara lain tuntutan pembatalan konsesi, penghentian operasional dan pembangunan pelabuhan KCN, penyitaan terhadap pier 1, 2, dan 3, serta ganti rugi sebesar Rp 56,8 triliun yang kemudian dikabulkan sebagian oleh majelis hakim.

Baca Juga: Sengketa dengan KBN, Dirut KCN: Semoga Mahkamah Agung melihat fakta lapangan

Sebagaimana yang telah dimuat dalam publikasi daring Kontan pada 3 Juli 2019, pengadilan memutuskan bahwa perjanjian konsesi selama 70 tahun antara KCN dan KSOP V Marunda V terhadap aset di Pelabuhan Marunda dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum, tidak mengikat, tidak sah, dan batal demi hukum.

Ke depannya, KCN berencana akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) apabila kembali mengalami kekalahan di tingkat kasasi. Meski demikian, Widodo mengaku optimis bisa memenangkan sengketa tersebut, sebab Widodo menilai konsesi yang telah diberikan sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Permenhub Nomor 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-13/MBU/092014.

Sebagai informasi, KCN merupakan usaha patungan antara KBN dengan PT Karya Tekhnik Utama (KTU) yang dibentuk setelah KTU memenangkan tender pembangunan kawasan Marunda pada tahun 2004. Berdasarkan perjanjian awal, kepemilikan atas KCN terdiri atas kepemilikan KBN sebesar 15% dan KTU sebesar 85%.

Setelah memenangkan tender, KCN memperoleh konsesi selama 70 tahun untuk melakukan pembangunan dan pengelolaan Pelabuhan Marunda yang disertai dengan kewajiban bagi KCN untuk menyetor 5% dari pendapatan bruto kepada negara setiap bulannya. Pada nantinya, Pelabuhan Marunda akan dijadikan sebagai supporting port bagi Pelabuhan Tanjung Priuk.

Baca Juga: Ajukan kasasi, KCN harapkan MA lebih paham soal informasi Marunda

Dalam perkembangan selanjutnya, muncul sengketa hukum yang melibatkan KBN dengan KCN setelah adanya pergantian direksi di dalam tubuh KBN pada tahun 2012. Di bawah kepemimpinan direktur utama yang baru, KBN meminta kepada KCN agar diberi porsi kepemilikan mayoritas.

Menanggapi hal ini, KCN memutuskan untuk menolak permintaan tersebut dengan alasan untuk menghindari kemungkinan adanya politisasi dalam proyek pembangunan pelabuhan Marunda. Sikap ini kemudian memicu munculnya aksi reaktif berupa aksi penutupan jalan oleh KBN yang menghambat aktivitas bongkar muat dan kegiatan pembangunan di Marunda.

Pascaterjadinya aksi penutupan jalan, KCN dan KBN sepakat untuk melakukan mediasi. Berdasarkan hasil mediasi tersebut, diperoleh kesepakatan komposisi kepemilikan baru menjadi 50%-50%.

Namun demikian, pembayaran oleh pihak KBN batal dilakukan lantaran rencana ini tidak mendapat persetujuan dari Menteri BUMN. Pada perkembangan sleanjutnya, hal ini diikuti oleh serangkaian proses hukum berupa pengajuan gugatan KBN terhadap KCN di tingkat pengadilan negeri, proses pengadilan di tingkat banding, hingga pengadilan di tingkat kasasi yang terus berjalan hingga sekarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×