Sumber: Kontan | Editor: Test Test
JAKARTA. Indonesia harus lebih serius menangani permasalahan hama yang dapat menggangu produksi pangan nasional. Pasalnya, bukan menurun, luas lahan tanaman pangan yang terserang organisme pengganggu tumbuhan (OPT) hingga menyebabkan puso pada periode Januari-Februari 2010 justru lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2009.
Adapun hama OPT tersebut menyerang tanaman pangan yakni padi, jagung dan kedelai. Menurut laporan Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Ati Wasiati, serangan OPT tertinggi terjadi untuk komoditas jagung.
Meski kemudian, Ati memperkirakan serangan OPT tersebut tidak akan terlalu signifikan mempengaruhi produksi ketiga tanaman pangan itu di tahun ini. "Karena pemerintah telah memperhitungkan dampak puso akibat serangan hama dan dampak perubahan iklim (DPI)," kata Ati dalam laporannya, pekan lalu.
Ati menyebutkan, pada tanaman padi, lahan yang terserang OPT kurun Januari-Februari 2010 seluas 55.396 hektare (ha), naik 30,18% dari periode yang sama di 2009 yaitu 42.553 ha. Sementara luas lahan padi yang puso melonjak sangat tinggi hingga 1.608% menjadi 427 ha dari sebelumnya hanya 25 ha.
Untuk tanaman jagung, luas lahan yang terserang OPT juga terbilang fantastis. Lahan jagung yang terserang OPT naik 385,56% dari 97 ha menjadi 471 ha. Demikian pula kedelai, luas lahan yang terserang OPT merangkak naik dari 136 ha pada dua bulan pertama di 2009 menjadi 207 ha pada 2010 ini.
Sekretaris Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola mengakui, sudah pasti produksi jagung nasional akan terpengaruh dengan adanya serangan OPT tersebut. "Tapi serangan hama itu masih relatif kecil terlebih teknologi saat ini sudah lebih baik sehingga dampaknya tidak akan terlalu signifikan, dan perkiraan produksi tahun ini sudah memperhitungkan dampak hama serta iklim" ujar Maxdyul, Minggu (21/3).
Maxdyul menyebutkan, saat ini luas lahan yang ditanami jagung mencapai 4 juta ha. Sebesar 50% merupakan tanaman jagung hibrida. Dengan komposisi, jika produktivitas per hektar untuk jenis jagung biasa sekitar 4,2 juta ton maka untuk jagung hibrida, produktivitas per hektarnya mencapai 7 ton per ha.
Namun, jika mengutip data dari Kementan justru memperkirakan, luas lahan jagung yang bisa dipanen tahun ini lebih luas lagi hingga 4,2 juta ha, dengan kapasitas produksi sekitar 18 juta ton. Angka ini naik jika dibandingkan tahun lalu, luas lahan panen jagung mencapai 4,1 juta ha dengan tingkat produksi 17 juta ton.
Jika pengusaha jagung optimis produksinya tak signifikan terpengaruh OPT, Ketua Dewan Kedelai Nasional Benny Kusbini justru memastikan, produksi kedelai akan sangat terpengaruh serangan OPT. Alasannya, hingga kini pemerintah belum memprioritaskan kedelai dalam produksi pangan nasional, kendati telah ada pencanangan program swasembadanya di 2014. "Contohnya benih, sampai sekarang belum ada benih unggul yang harganya terjangkau, bagaimana mau tahan hama," papar Benny.
Pada tahun ini, produksi kedelai ditargetkan naik menjadi 1,3 juta ton, dari tahun lalu 972.945 ton. Target tersebut seiring perluasan lahan dari 800.000 ha-900.000 ha menjadi 920.000 ha. "Tapi jika pemerintah tetap membuka keran impor selebar-lebarnya dan tidak meningkatkan harga pembelian kedelai, akan sulit mewujudkan target-target yang ditetapkan," tegas Benny.
Memang, pemerintah masih mengimpor kedelai demi memenuhi konsumsi di dalam negeri hingga 2,2 juta ton per tahun. Sementara untuk menggenjot produksi kedelai nasional sulit lantaran harga beli yang minim membuat petani enggan menanamnya.Dampak iklim turun
Jika luas lahan tanaman pangan yang terserang OPT naik, areal lahan yang terdampak adanya faktor perubahan iklim justru turun.
Kementan mencatat, total areal yang terganggu akibat perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan tercatat turun menjadi 41.019 ha dengan kondisi yang puso mencapai 9.235 hektar. Padahal, pada 2009, lahan yang rusak akibat perubahan iklim mencapai 170.681 ha dan yang puso seluas 50.996 ha.
Selanjutnya, walaupun diperkirakan tak menggangu produksi nasional, Ati mengaku, pemerintah terus mengupayakan antisipasi dan mitigasi dampak dari OPT maupun perubahan iklim terhadap lahan tanaman pangan di dalam negeri. Upaya antisipasinya, mulai dari langkah monitoring di seluruh provinsi, meningkatkan penyuluhan tentang pemanfaatan informasi iklim melalui Sekolah Lapangan Iklim (SLI) dan manajemen usaha tani.
"Selain itu, penyebaran informasi prakiraan iklim melalui pemerintah daerah dan instansi terkait, penyesuaian waktu tanam sesuai perkiraan iklim, pengawalan dan monitoring intensif pada daerah dan lainnya," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News