kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sharing economy jadi tren baru di sektor properti perkantoran


Rabu, 23 Oktober 2019 / 21:39 WIB
Sharing economy jadi tren baru di sektor properti perkantoran
ILUSTRASI. Pertumbuhan Ruang Perkantoran: Gedung-gedung bertingkat di Kawasan Pusat Bisnis di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (1/10). Ruang perkantoran di kawasan pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta diprediksi akan tumbuh hingga 1,1 j


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat permintaan atau penyerapan (net take up) ruang perkantoran di area Central Business District (CBD) Jakarta tercatat sudah mencapai kurang lebih 124.000 meter persegi di kuartal ketiga 2019. Menurut keterangan Director Head of Research Consultancy Savills Indonesia, Anton Sitorus, capaian ini terbilang baik lantaran sudah mendekati tingkat permintaan ruang perkantoran sepanjang tahun 2018.

Menariknya, hampir separuh dari tingkat permintaan ruang perkantoran di kuartal ketiga ditunjang oleh permintaan dari co-working space. Hal ini diyakini disebabkan oleh maraknya tren sharing economy dalam kegiatan operasional bisnis.

Mengutip data PricewaterhouseCoopers (PWC), Anton mengatakan bahwa rasio pemanfaatan konsep sharing economy dalam tren permintaan properti diprediksi meningkat menjadi 50% di tahun 2025 dari yang semula hanya 3% di tahun 2013.

Baca Juga: Ciputra Development (CTRA) mengakui pasar perkantoran masih berat

Untuk diketahui, sharing economy dapat dipahami sebagai model bisnis yang memanfaatkan kepemilikan aset secara bersama-sama. Melalui model bisnis ini, pengguna tidak lagi harus membeli untuk memanfaatkan kegunaan dari suatu aset. Penerapan model bisnis ini dapat ditemui pada bisnis-bisnis seperti co-working space, transportasi online, dan sebagainya.

Menurut Anton, kemunculan tren ini didorong oleh adanya pergeseran konsep kepemilikan pada masyarakat. “Kini masyarakat tidak lagi memandang kepemilikan pribadi ataupun kepemilikan tetap sebagai hal yang penting, kalau bisa, mereka lebih suka sewa tanpa harus beli,” jelas Anton (23/10).

Selain itu faktor harga aset yang terlalu mahal belakangan ini juga diyakini menjadi pemicu yang mendorong berkembangnya tren sharing economy dalam model bisnis dan pola konsumsi masyarakat. 

Oleh karenanya, Anton memprediksi tren permintaan ruang perkantoran masih akan didominasi oleh permintaan dari coworking space di tahun-tahun berikutnya. 

Baca Juga: Okupansi gedung kantor luar Jakarta menurun

Perihal penyerapan, Anton memproyeksikan net take up ruang perkantoran di Jakarta akan terus tumbuh apabila terdapat regulasi yang kondusif serta pertumbuhan ekonomi yang stabil. Prediksinya, tingkat vacancy atau kekosongan ruang perkantoran diprediksi akan berada di bawah tingkat kekosongan tahun ini yang sebesar 24,9% di tahun 2020 dan seterusnya.

Pada saat yang bersamaan, suplai ruang perkantoran di CBD Jakarta juga diproyeksikan meningkat dengan adanya 1,2 juta meter persegi ruang perkantoran baru yang diharapkan selesai dibangun pada 2023. Sebanyak 56% dari suplai ruang perkantoran baru tersebut terdiri dari gedung bertipe grade A. Sementara itu, sebanyak 44% sisanya berasal dari gedung bertipe premium (32%) dan grade B (12%).

Saat ini, total suplai ruang perkantoran di CBD Jakarta tercatat sebesar 6,6 juta meter persegi dengan adanya suplai ruang perkantoran baru seluas 246.000 meter persegi . Adapun beberapa gedung perkantoran baru yang selesai dibangun tahun ini di antaranya meliputi Sequis Tower, The Millenium Centennial Center, Social Security Center, dan lain-lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×