Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan bahwa pemerintah sangat menyadari pentingnya transisi energi menuju energi bersih. Namun, sumber daya yang ada juga akan terus dimanfaatkan dan diolah sehingga nantinya lebih ramah lingkungan serta lebih mempunyai nilai tambah yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat.
“Pembentukan Direktorat Jenderal EBTKE di tahun 2010 adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah, membentuk unit kerja khusus di bawah Kementerian ESDM yang bertugas mengelola EBT, yang kini sudah berjalan selama 10 tahun,” jelas Dadan.
Ia memaparkan, capaian bauran EBT di tahun 2020 baru mencapai setengahnya dari target 23% di tahun 2025. Pemerintah pun menjalankan sejumlah strateginya, antara lain mendorong proyek infrastruktur EBT yang cepat selesai seperti PLTS Terapung di Cirata yang bebas dari hambatan isu lahan.
Mengingat kondisi PLN yang sekarang mengalami kelebihan pasokan listrik, tantangan selanjutnya adalah memikirkan cara bagaimana pembangkit EBT tetap bisa masuk pada sistem dan jaringan penyediaan listrik oleh PLN.
“Kami ingin memperbaiki PLN dari dua sisi. Pertama, membuat PLN menjadi perusahaan produksi energi yang hijau. Yang kedua, kami ingin berkontribusi di mana harusnya dengan masuknya EBT ini bukan makin susah balance sheet-nya, tapi harus makin baik. Jadi stigma bahwa EBT itu lebih mahal menurut saya tidak akan bicara lagi hal-hal seperti itu. Saya ingin ini menjadi sama dengan fosil,” ungkap Dadan.
Baca Juga: RUU EBT juga bakal atur ekspor dan impor sumber energi terbarukan
Terkait badan pengelola EBT, Dadan mencontohkan beberapa negara di Asia yang memiliki badan pengelola khusus EBT di negaranya. Misalnya Malaysia yang memiliki Badan Pengelola Dana EBT bernama SEDA atau The Sustainable Energy Development Authority.
Pendanaan awal otoritas ini sebesar RM 3000 juta (treasury) berasal dari biaya tambahan 1% dipungut dari tagihan listrik konsumen, kecuali untuk rumah tangga dengan konsumsi lsitrik <300kwh per bulan atau konsumen yang membayar tagihan listrik < RM77 per bulan.
Kemudian, India memiliki IREDA atau Indian Renewable Energy Development Agency Limited yang merupakan Badan Usaha Pemerintah India di bawah kendali administratif Ministry of New and Renewable Energy (MNRE).
Baca Juga: Berambisi kembangkan industri baterai EV, ini permintaan insentif dari BUMN
IREDA memberikan fasilitas pinjaman dan menyusun Interest Rate Matrix berdasarkan jenis EBT yang terdiri dari proyek EBT selain biomassa dan sampah kota, proyek biomassa dan sampah kota, panel surya atap, angin, serta hidro. Adapun tingkat bunganya bervariasi dari 9,7% sampai 11,65%.
Singapura memiliki NEA atau National Environment Agency yang menghimpun dana insentif dari dana-dana pengelolaan pajak yang disediakan oleh instansi pemerintah. NEA mendorong praktik ramah lingkungan melalui hibah dan insentif untuk mencapai sistem yang lebih hijau.
Lalu, ada Korea Selatan yang telah memiliki UU EBT dan membentuk Korea Energy Agency (KEA). Pendanaan KEA berasal dari pungutan kepada pemerntah atas produk minyak bumi.
Baca Juga: Indef: Pemerintah perlu beri insentif dan konsistensi regulasi untuk dongkrak EBT