Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bersinergi mendorong percepatan program peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan salah satu upaya mempercepat PSR. Program PSR merupakan upaya mengganti tanaman kelapa sawit yang sudah tua atau bibit asalan dengan bibit sawit bersertifikat.
Asisten Deputi Pengembangan dan Pembaruan Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), Bagus Rachman mengatakan, pihaknya mendukung program PSR yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Kita mendukung dan telah menyiapkan manajerial koperasi untuk mendapatkan dana BPDPKS," ujar Bagus akhir pekan lalu dalam Webinar & Live Streaming "Dampak Positif Program PSR, Sarpras & Pengembangan SDM" Seri 2 yang diselenggarakan oleh Media Perkebunan dengan Topik: Dampak Pendanaan BPDPKS untuk Petani Sawit.
Bagus menjelaskan, dukungan KemenkopUKM berupa regulasi dalam pengembangan koperasi. Ambil contoh dalam PP Nomor 7 Tahun 2021 pada bagian kelima tentang kebijakan pengembangan koperasi sektor tertentu.
Baca Juga: Pasokan Minyak Goreng Curah Naik, Harga Belum Juga Turun
Lalu pada pasal 25 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan bagi Koperasi yang melakukan kegiatan usaha tertentu di sektor: Kelautan dan Perikanan; Perdagangan.; Angkutan Perairan Pelabuhan; Pertanian; Kehutanan. Sehingga dalam hal ini subsektor kelapa sawit masuk pada bagian pertanian.
Lalu pada pasal 34 ayat 5 juga dijelaskan bahwa pengembangan koperasi petani model koperasi dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Kemudian di ayat 6 dijelaskan pengembangan bisnis korporasi petani model koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat dimotivasi melalui pola kemitraan dengan badan hukum lain untuk pemberdayaan petani.
Adapun keuntungan dengan melakukan korporatisasi yakni pengelolaan kebun dan pabrik, jaminan rantai pasok dan harga, jaminan pasar, penguatan modal dan kompetensi, serta kemakmuran petani.
Bagus pun mengakui, adapun permasalahan yang menghambat jalannya PSR yakni petani belum memiliki legalitas lahan atau sertifikat lahan sedang digadaikan, kesulitan mendapatakan petani yang memiliki luas lahan dalam satu hamparan, petani sulit memenuhi persyaratan teknis dan verifikasi, lokasi lahan dengan pabrik kelapa sawit (PKS) cukup jauh, petani belum berkelompok dalam satu koperasi.
Baca Juga: Ini Kata Apkasindo Soal Kelapa Sawit Tidak Dapat Alokasi Pupuk Subsidi
“Melihat masalah tersebut maka korporatisasi petani adalah jalannya. Melalui korporatisasi petani maka masalah-masalah tersebut bisa di selesaikan bersama-sama,” himbau Bagus.
Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Agus Darwa, menyatakan PSR dilakukan di Sumsel sejak tahun 2018 , sampai saat ini rekomtek yang sudah dikeluarkan 48.800 Ha dan realisasi tanam 30.000 Ha. Dampaknya sangat positif sekali sebab petani kembali bergairah untuk memperbaiki kebunnya.
Kebun kelapa sawit pekebun yang sudah tua dan produktivitas rendah, ditumbang dan diganti dengan tanaman baru yang menggunakan benih unggul. Dengan cara ini maka produktivitas kebun sawit rakyat akan meningkat. Pendapatan petani juga semakin meningkat sehingga pada ujungnya kesejahteraan petani meningkat.
PSR juga disertai inovasi-inovasi baru yang memberi pendapatan ketika tanaman belum menghasilkan. “Contohnya akhir-akhir ini masuk inovasi baru yaitu gula kelapa sawit memanfaatkan nira dari batang kelapa sawit yang ditumbang. Dengan inovasi ini petani juga ibu-ibu petani mendapat penghasilan baru. Di Sumsel gula sawit ini sudah mulai diproduksi,” kata Agus.
Baca Juga: Subsidi Pupuk Hanya Komoditas Pangan Pokok Per Juli
Inovasi lainnya adalah penanaman baru membuat ada ruang kosong di kebun sawit yang bisa digunakan untuk tumpang sari dengan tanaman semusim atau sayuran yang sesuai dengan kultur teknis sawit seperti tidak merusak perakaran. Cara ini juga menambah penghasilan petani.
Pelaksanaan PSR juga merubah perilaku petani. Petani peserta PSR di Sumsel banyak petani eks plasma. Banyak yang ikut bukan dari awal penanaman, tetapi mengambil alih kebun dari orang tua atau saudaranya sehingga pengetahuan mereka terbatas. Mereka mendapat pengetahuan budidaya sawit dari orang tua atau teman.
“Dengan menjadi peserta PSR mereka mulai lagi dari nol. Mereka mendapat pengetahuan teknis yang benar mulai dari pembukaan lahan dengan tumbang chipping, bagaimana mengatur jarak tanam, bagaiamana membuat lubang tanam yang benar, bagaimana cara mendapatkan bibit unggul bersertifikat, kultur teknis yang benar, buah pasir, panen yang baik dan lain-lain. Pengetahuan ini merubah perilaku mereka dalam budidaya kelapa sawit,” kata Agus.
Dampak lainnya adalah terjadi pemulihan ekonomi pada daerah yang melakukan PSR. Jadi dampak PSR luar biasa baiknya bagi petani dan daerah bersangkutan dan bagi Provinsi Sumsel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News