kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sirkular ekonomi sampah masih berkutat pada sirkular polusi


Minggu, 16 Desember 2018 / 17:01 WIB
Sirkular ekonomi sampah masih berkutat pada sirkular polusi
ILUSTRASI. Mengolah sampah menjadi bernilai ekonomi (Sirkular Ekonomi)


Reporter: Anastasia Lilin Y | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina

KONTAN.CO.ID - Akhir Oktober 2018 lalu, sebanyak lima kepala negara, 45 perwakilan pemerintah dan ribuan delagasi dari puluhan negara berkumpul di Nusa, Bali dalam acara Our Ocean Conference (OOC) 2018. Topik sirkular ekonomi sampah pun mencuat. Ini adalah kampanye untuk menjadikan sampah bernilai jual kembali. Salah satunya sampah plastik.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, total sampah padat tahun 2016 di Indonesia mencapai 65,99 juta ton. Sampah plastik berkontribusi 16%. Jadi kalau dihitung, volume sampah plastik dua tahun lalu sekitar 10,56 juta ton. 

Prediksi KLHK, volume sampah padat tahun 2018 bakal menjadi 67,86 juta ton. Dengan asumsi persentase tadi tetap, volume sampah plastik tahun ini menjadi 10,86 juta ton. Volume sampah plastik itu hampir sepertiga dari proyeksi produksi beras tahun 2018 yang sebanyak 32,42 juta ton.

Menurut catatan Eco Bali, harga botol plastik bening atau polyethylene therepthalate (PET) dalam kondisi kotor senilai Rp 1.000 per kilogram (kg). Taruh kata, jumlah sampah botol tersebut separuh dari total sampah plastik, nilai jual sampah botol PET bening tahun ini mencapai Rp 5,43 triliun!

Hanya saja, belum semua masyarakat Indonesia melihat nilai ekonomi dalam sampah plastik. Jual-beli sampah masih berputar di kalangan pemulung dan komunitas. 

Ningsih misalnya, seorang pemulung di Desa Tohpati, Denpasar, Bali, adalah satu dari segelintir orang yang sudah membisniskan sampah plastik. Saban hari, suami Ningsih memulung 10 kg-20 kg sampah aneka botol plastik. “Tapi saat memulung, kami sering takut dimarahi orang karena dianggap mengganggu,“ cerita perempuan asal Bondowoso, Jawa Timur tersebut, akhir Oktober 2018 lalu.

Selama ini, para pemulung hanya mengambil sampah plastik yang laku dijual. Padahal pengumpulan sampah plastik tersebut menjadi salah satu faktor untuk membentuk pasar. 

Alhasil sampah plastik seperti kantong plastik atau plastik kresek, tidak tersentuh.  “Ongkos koleksi dan pembersihan lebih mahal daripada harga jualnya,“ terang Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, saat ditemui KONTAN di Bali.

Saban tahun, paling tidak ada sekitar 9,85 miliar pieces plastik kresek dari 90.000 gerai ritel modern yang berakhir menjadi polutan. Adapun plastik kresek hanya satu dari banyak jenis plastik single-use atau sekali pakai.

Dalam kesempatan terpisah, Ahmad Ashov Birry, Global Plastic Campaign Project Leader Greenpeace Indonesia menjelaskan kepada KONTAN, hasil laporan A Crisis of Convenience: The corporations behind the plastics pollution pandemic menyebutkan ada 11 perusahaan FMCG besar yang banyak memproduksi plastik sekali pakai. Mereka adalah Coca-Cola Company, Colgate-Palmolive, Danone, Johnson & Johnson, Kraft Heinz, Mars, Nestlé, Mondelez, PepsiCo, Procter & Gamble serta Unilever. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×