Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang sedang menggodok harga beli listrik pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan skema Feed in Tariff menuai tanggapan positif dari pelaku usaha.
Asal tahu saja, ketentuan harga beli listrik tiap jenis pembangkit EBT bakal tertuang dalam Peraturan Presiden yang kini tengah diproses oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).
Baca Juga: Awas, ini denda bagi perusahaan batubara yang tak memenuhi DMO di tahun depan
Direktur PT Heksa Prakarsa Teknik, Kusetiadi Raharjo menyambut baik rencana penerapan Feed in Tariff pada pembangkit EBT. Langkah pemerintah ini dinilai sebagai upaya yang sejatinya sudah harus dilakukan.
"Ini akan menggairahkan kembali Energi Baru Terbarukan (EBT) khususnya untuk IPP Minihydro," ungkap Kustiadi kepada Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Kustiadi melanjutkan, kehadiran FIT dapat mendorong manufaktur turbin minihydro yang selama ini telah diproduksi di dalam negeri. Kendati demikian, ia menjelaskan, masih ada sejumlah kendala lain yang kerap dihadapi pelaku usaha dalam pengembangan EBT.
"Semisal kemudahan perizinan EBT untuk tingkat daerah dan lingkungan hidup. Banyak pengembang yang terkendala oleh izin," jelas Kustiadi.
Baca Juga: Curhatan pengusaha truk soal percepatan penerapan B50 di 2021
Untuk itu ia mengharapkan, nantinya hal-hal tersebut dapat turut menjadi fokus pemerintah dan tertuang dalam penyusunan Omnibus Law.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Rizal Calvary mengungkapkan kehadiran FIT disambut positif oleh para pengembang.
"Melesetnya target bauran EBT tak lepas dari masalah tarif ini, Permen ESDM No 50/2017 menjadi pukulan telak bagi bankability proyek," terang Rizal kepada Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Ia mengharapkan, kehadiran Perpres soal FIT nantinya dapat mendorong pihak Independent Power Producer (IPP) untuk berinvestasi pada sektor EBT.
Kendati langkah penerapan FIT pada jenis pembangkit EBT merupakan langkah yang positif, Rizal berpendapat masih ada sejumlah kendala yang kerap dihadapi pelaku usaha dalam upaya pengembangan EBT.
Baca Juga: Subsidi pelanggan listrik golongan 900 VA batal dicabut, ini alasannya
Ia menyebutkan, regulasi yang tumpang tindih dan faktor sulitnya memperoleh izin pada tingkat daerah masih jadi penghambat penggerak EBT.
Asal tahu saja, hingga saat ini implementasi EBT tanah air baru mencapai 12% sementara pada 2025 nanti pemerintah menargetkan bauran EBT dapat mencapai angka 23%.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa bilang insentif seperti FIT dibutuhkan mengingat skala pasar EBT yang masih tergolong kecil.
"FIT diperlukan khususnya untuk EBT skala kecil sebab memberikan tarif yang tetap selama masa kontrak dan tidak perlu negosiasi harga (lagi) antara pengembang dan PLN," kata Fabby ketika dihubungi Kontan.co.id, Minggu (29/12).
Baca Juga: Sanksi DMO akan diganti denda, begini komentar asosiasi dan pelaku usaha
Fabby melanjutkan, penetapan tarif yang menarik dapat mendorong investasi. Dalam artian, tarif harus memberikan tingkat pengembalian investasi yang ideal. "Idealnya pada kisaran 12% hingga 15%," jelas Fabby.
Ia menjelaskan, selain langkah penerapan FIT pada pembangkit EBT, pemerintah perlu melakukan komunikasi mengenai kebijakan yang diambil kepada para investor secara khusus soal waktu pelaksanaan kebijakan dan prosesnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News