Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ahli Transisi Energi yang juga Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan skema power wheeling diperlukan untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia. Ditambah, ke depan struktur industri kelistrikan menurutnya masih bisa berubah seiring perkembangan zaman.
Sebelumnya, di awal tahun ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah ragu dan mendorong masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Namun dengan catatan, selama ada pihak yang mau membangun mekanisme tersebut dan memiliki pasar tersendiri, sepanjang tidak mengganggu sistem yang sudah ada.
Baca Juga: Pembahasan Skema Investasi Listrik Dinilai Tak Mendesak dalam RUU EBET
Untuk diketahui, power wheeling merujuk kepada mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.
“Jadi tujuannya power wheeling itu memberikan kesempatan bagi penyedia listrik kalau kita bilang pemanfaatan listrik energi terbarukan untuk pemanfaatan jaringan listrik yang ada, yang di Indonesia ini dimiliki oleh PLN untuk melakukan transfer daya,” ungkap Fabby saat dihubungi Kontan, Kamis (03/05).
Fabby juga menekankan power wheeling tidak membuat PLN bekerja sendiri. Karena skema ini akan memberikan akses pada pihak ke-3 untuk memanfaatkan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik milik PLN untuk menyalurkan daya listriknya.
Terkait keikutsertaan pihak swasta dalam skema ini, dirinya mengatakan. Kemungkinan bergabungnya pihak swasta dalam skema ini tentu saja ada.
“Ada 2 hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama siapa yang punya jaringan, karena kalau di dalam undang-undang jaringan transmisi itu mungkin tidak hanya dimiliki oleh PLN misalnya sekarang kan pemilik usaha non-PLN kan ada,” katanya.
Ia mengatakan di Indonesia kan ada sekitar 50-an pemilik usaha non PLN. Jadi, mereka yang juga memiliki jaringan akan diatur bersama dalam skema ini.
“Yang kedua, di kemudian hari, struktur industri kelistrikan kan masih bisa berubah. Kalau hari ini misalkan PLN vertikal integrated, dari pembangkitan, transmisi dan distribusi itu ada, jadi dikuasai oleh PLN. Ke depan, bisa aja struktur industri kelistrikannya berubah,” tambahnya.
Misalnya saja transmisinya tidak lagi dimiliki oleh PLN tapi bisa saja dimiliki oleh BUMN lain yang dibentuk, contohnya jika pemerintah mau membentuk BUMN transmisi.
Baca Juga: Skema Power Wheeling Bakal Kerek Tarif Listrik?
“BUMN transmisi yang dibentuk , tapi tidak terintegrasi dengan PLN. Itu kan gak melanggar undang-undang, karena kan itu penguasaan tetap di negara sebenarnya. Kalau dikuasai oleh BUMN juga transmisinya? Kan gak masalah juga,” jelasnya.
Versi lain adalah jika pihak swasta yang diperbolehkan membangun transmisi tenaga listrik untuk memenuhi kepentingan umum.
“Harusnya UU EBET melihat kemungkinan-kemungkinan itu,” katanya.
Ia menyarankan agar peraturan lebih detail. RUU EBET ini bisa mengamanatkan adanya Peraturan Pemerintah (PP) khusus untuk mengatur power wheeling, dan peraturan detail atau teknisnya diturunkan lewat peraturan menteri ESDM.
“Tapi harus ada peraturan yang lebih detail, karena undang-undang kan paling 2-3 pasal, gak banyak. Padahal banyak aspek dalam power wheeling yang belum dibahas dalam RUU itu,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News