Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema power wheeling atau skema sewa jaringan yang saat ini masih dibahas dalam perumusan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBET) dinilai tidak akan berpengaruh pada monopoli PLN di sektor kelistrikan Indonesia.
Menurut ketua Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia atau Indonesia Center of Renewable Energy Studies (ICRES) Surya Darma, penerapan skema power wheeling justru merupakan bagian dari upaya untuk mendorong swasembada energi dan mendukung pelaksanaan transisi energi dengan penggunaan energi terbarukan.
"Power wheeling sejatinya tidak akan mengurangi peran monopoli PLN di sektor ketenagalistrikan. Tapi, menjadi pendorong peningkatan investasi dan akan menambah kapasitas energi terbarukan tanpa harus menunggu waktu yang lama," jelas dia saat dihubungi Jumat (28/02).
Baca Juga: Plus Minus Penggunaan Skema Power Wheeling dalam Ketenagalistrikan Indonesia
Ia juga menjelaskan, skema ini tidak ada hubungannya dengan potensi negara asing menguasai sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Justru menurutnya dengan power wheeling, peran PLN akan semakin nyata karena semua Independent Power Producer (IPP) atau perusahaan pembangkit swasta harus menggunakan jasa transmisi PLN.
"PLN akan mendapatkan nilai tambah dari pengelolaan jaringan transmisi," tambahnya.
Dalam RUU EBET, Surya menambahkan jika skema ini ditolak atau dihapus diprediksi akan berpengaruh pada menurunnya minat investasi swasta di sektor kelistrikan terutama listrik EBT.
"Kita betul-betul harus memikirkan ulang perihal penerapan beberapa pola pengembangan energi terbarukan agar dapat menarik pihak swasta dalam usaha pengembangan energi terbarukan," tutupnya.
Sebelumnya penolakan Presiden Prabowo atas skema power wheeling ini diungkap oleh Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia (RI) Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo.
Menurut Hashim, sang kakak yang juga sekaligus orang nomor satu di Indonesia itu menolak karena skema ini memberikan potensi pihak asing menguasai kelistrikan Indonesia. Meskipun Indonesia terbuka pada investor asing, namun hal itu tidak berlaku bagi sektor listrik.
"Kalau dibuka, power wheeling ini bisa wild west, dan sektor listrik kita didominasi oleh pihak non Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (26/02).
Dan asal tahu saja, pembahasan RUU EBET sejatinya telah dimulai sejak November 2022. Dalam perjalanannya, RUU ini sempat berubah nama beberapa kali sejak inisiasi pertama kali pada tahun 2018, RUU ini awalnya bernama RUU Energi Terbarukan (RUU ET). Kemudian, di tahun 2019 menjadi RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT).
Lalu pada 2022, DPR telah mengesahkan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sebagai RUU usulan DPR. Meski begitu, dibanding dengan RUU Minerba yang disahkan dalam waktu kurang dari satu bulan, pembahasan RUU EBET cukup alot.
Adapun, hingga tahun 2025, RUU ini masih mandeg, lantaran belum satu suaranya parlemen dengan pemerintah terutama untuk urusan power wheeling.
Baca Juga: Hambatan Transisi Energi dalam Penolakan Skema Power Wheeling di RUU EBET
Selanjutnya: Tekan Macet Mudik Lebaran, Pemerintah Pastikan ASN Bisa WFA Mulai 24 Maret 2025
Menarik Dibaca: Begini Ketentuan Berbuka Puasa di Kereta Cepat Whoosh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News