Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan PT Pertamina dinilai tidak memiliki stockpile management (manajemen pencadangan) yang baik terhadap klasterisasi konsumsi energi.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran Yayan Satyaki mengungkapkan, akibat hal tersebut, pembengkakan konsumsi BBM subsidi pun terjadi.
"Saat ini ketidakefektifan subsidi energi naik menjadi 35% hingga 55% karena masyarakat merespon insentif," kata Yayan kepada Kontan, Rabu (24/8).
Baca Juga: Ketua Komisi VII DPR Sebut Harga Pertalite Belum Tentu Naik dalam Waktu Dekat
Yayan melanjutkan, efektifitas subsidi merupakan hal yang krusial. Menurutnya perlu ada pendekatan klaster kuota untuk BBM. Ia mencontohkan, konsumsi untuk daerah perkotaan bisa diarahkan untuk Pertamax dan Pertalite atau BBM Subsidi dikhususkan untuk transportasi umum dan wilayah pedesaan.
Yayan menjelaskan, saat ini kondisi perekonomian belum sepenuhnya mencapai titik keseimbangan.
"Artinya pemerintah harus menjaga temporary shock agar tidak mengorbankan pemulihan ekonomi," terang yayan.
Selain itu, Yayan menilai gangguan atau perubahan pada suplai energi global masih terjadi. Kondisi ini berimbas pada upaya pemulihan ekonomi akibat potensi biaya inflasi tinggi.
Baca Juga: Dewan Energi Nasional (DEN) Dorong Penyelesaian Revisi Aturan Pembelian BBM Subsidi
Menurutnya, sejumlah upaya kebijakan untuk menjaga pemulihan ekonomi harus dilakukan pemerintah. Selain itu, upaya ini perlu dilakukan untuk mengejar momentum untuk mengkoreksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III.
Langkah ini pun dinilai bisa memberikan dampak pada tingkat investasi.
"Menjaga stabilisasi ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor yang telah melihat kinerja makro Indonesia dengan baik," pungkas Yayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News