Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai skema kontrak bagi hasil Gross Split membuat agresifitas mengejar target produksi 1 juta barel per hari menemui kendala.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan mengungkapkan, pihaknya bersama Kementerian ESDM terus berupaya secara agresif mengejar target produksi 1 juta barel lewat fleksibilitas fiskal dan insentif yang bertujuan untuk keekonomian proyek. "Kemudian upaya mengubah reserve menjadi produksi dan pelaksanaan Enchanced Oil Recovery)," ungkap Dwi dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Senin (24/8).
Dwi melanjutkan kedua uoaya tersebut membutuhkan insentif dan saat ini masih dalam pembahasan SKK Migas. Disisi lain, pelaksanaan EOR juga membutuhkan tambahan split. Dwi menjelaskan tambahan split mungkin dilakukan pada WK Migas yang mengadopsi kontrak Cost Recovery, namun sulit dilakukan pada WK Migas yang mengadopsi kontrak Gross Split.
Baca Juga: ESDM: Peralihan kontrak bagi hasil bergantung evaluasi SKK Migas
"Kalau cost recovery mungkin masih enak, ini kebanyakan sudah Gross Split dan susah untuk kami gerakan karena mereka sangat berhitung sehingga tambahan split cukup besar," jelas Dwi.
Ia mengungkapkan, situasi ini yang kini masih terus dibahas oleh pihaknya dalam upaya mengejar target produksi.
Di sisi lain, Dwi mengakui kehadiran Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil gross split yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 Juli 2020 memberikan kepastian bagi investor. "Skema kontrak sudah dibuka ini hal yang bagus," pungkas Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News