Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengundang investor yang tertarik untuk menggarap Blok East Natuna (sebelumnya dikenal dengan Blok Natuna D-Aplha).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut kandungan CO2 pada blok yang dikelola Pertamina ini mencapai 72%.
"Natuna D-Alpha adalah blok Pertamina sejauh ini 72% CO2 disana, sangat besar dan Pertamina sudah diskusi beberapa tahun lalu soal keekonomian," ungkap Dwi. Asal tahu saja, blok yang sudah ditemukan sejak 1973 ini diharapkan dapat dikembangkan secara global dengan pengembangan teknologi.
"Mungkin jika ada investor lain tertarik di situ, kami bisa diskusi dengan Pertamina agar Natuna jadi cadangan gas giant ke depan," ujar Dwi.
Baca Juga: Diskusi harga gas Blok Sakakemang dengan Repsol telah rampung
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menerangkan cadangan gas dalam negeri semula mencapai 62,4 triliun cubic feet (tcf). Namun, besaran tersebut terpangkas menjadi sebesar 43,6 tcf akibat adanya perubahan ketentuan mengenai cadangan yang bisa diproduksi.
"(Kesepakatan Internasional) menyatakan definisi cadangan itu harus ada proyeknya, bukan sekedar teknologi, jumlah cadangan. Tapi harus ada pekerjaan dan perencanaan komitmen cashflow," ungkap dia dalam RDP Komisi VII DPR RI, Senin (16/11).
Tutuka melanjutkan, pengurangan cadangan ini terjadi pada wilayah East Natuna yang potensinya disebut mencapai 46 tcf. Belum adanya proyek dan buyer pada wilayah itu membuat potensi yang ada di East Natuna tak bisa dimasukkan dalam kumulatif cadangan gas bumi nasional.
Dia menambahkan, secara umum Natuna dapat menjadi mega proyek dimana produksi dapat mencapai 8 miliar kaki kubik per hari atau lebih besar dari produksi gas nasional. Hal ini dikemukakan pasca Komisi VII menyinggung temuan skala besar di Mesir.
"Untuk mega proyek di lakukan tidak dengan cost recovery mungkin mengingat mega project (itu) investor cenderung bergerak cepat karena waktu itu di Mesir kondisinya ekstrim jadi membutuhkan keuangan yang baik," pungkas Tutuka.
Selanjutnya: Targetkan 600 pengeboran di 2021, SKK Migas: Tahun depan bisa jadi batu loncatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News