Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menyoroti ihwal demmurage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar yang tengah didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR).
Khudori menjelaskan denda bongkar muat merupakan hal biasa dalam kegiatan ekspor impor. Menurutnya, importir yang membuka tender dalam hal ini Bulog, tentu telah mengantisipasi hal tersebut.
“Perkiraan saya, dalam kontrak Bulog menetapkan beras itu sampai di gudang Bulog. Risiko keterlambatan bongkar muat menjadi tanggung jawab importir. Jadi, kalaupun ada denda akibat keterlambatan bongkar muat itu, dugaan saya, itu tanggung jawab pemenang tender,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (6/8).
Baca Juga: Amankan Stok, Bulog Tetap Serap Gabah meski Harga Melambung Tinggi
Khudori mengungkapkan, hingga akhir Juli 2024 Bulog telah mengimpor 2,5 juta ton beras dari kuota yang telah diterbitkan sebanyak 3,6 juta ton. Menurutnya, impor tambahan sangat bergantung pada seberapa besar Bulog bisa menyerap beras dalam negeri hingga akhir tahun.
Berdasarkan data Bulog saat ini total total stok beras di gudang tercatat 1.612.602 ton, yang terdiri dari stok cadangan beras pemerintah (CBP) 1.533.594 ton dan stok komersial 78.467 ton. Di mana, hingga 5 Agustus 2024, Bulog telah menyerap 777.683 ton beras.
“Dugaan saya, sampai akhir tahun penyerapan Bulog mencapai 900.000 ton,” ungkap Khudori.
Sementara itu, hingga 5 Agustus 2024 Bulog telah menyalurkan beras untuk operasi pasar bernama stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) sebesar 941.980 ton dan penyaluran untuk bantuan pangan beras sebesar 1.311.270 ton.
Baca Juga: Cegah Demurrage, Pengetatan Adminstrasi Distribusi Beras Dipandang Penting