Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah produsen makanan dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tengah beradaptasi menghadapi tren reduksi konsumsi gula dan makanan tinggi proses (ultra process food/UPF).
Sebelumnya, riset oleh Stockbit Sekuritas pada 9 Desember 2025 menunjukkan, sejumlah produsen MBDK mencatat adanya penurunan penjualan hingga September 2025.
PT Ultrajaya Milk Industry Tbk (ULTJ) misalnya, di mana segmen beverages turun 4,6% secara tahunan (YoY). Di belakangnya, penjualan segmen packaged beverages processing PT Mayora Indah Tbk (MYOR) juga minus 1,2% YoY.
Baca Juga: Angkutan Nataru, ASDP Proyeksikan Penumpang Naik 4,3% dan Trip Tumbuh 5,4%
Lalu, ada PT Industri Jamu dan Farmasi Sidomuncul Tbk (SIDO). Meski segmen food and beverages SIDO tumbuh 4,4% YoY per September 2025, kenaikannya kontras berbeda ketimbang penjualan per September 2024 yang mampu tumbuh 20,2% YoY.
Hal ini juga turut terjadi pada PT Cimory Mountain Dairy Tbk (CMRY) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang masing-masing pertumbuhan penjualannya menjadi hanya 2,2% YoY dan 1,5% YoY. Di periode sama setahun sebelumnya, angka kenaikannya mencapai 3,7% YoY dan 6,2% YoY.
Terkait hal ini, Direktur Utama SIDO, David Hidayat, mengamini bahwa terjadi penurunan penjualan minuman dalam kemasan di kategori mid-teens. Hal ini terjadi seiring tren reduksi konsumsi gula dan UPF.
“Namun demikian kontribusi minuman dalam kemasan terhadap total penjualan masih di bawah 1%, sehingga dampaknya sangat minim,” ungkap David kepada Kontan, Senin (15/12/2025).
Untuk menghadapi hal tersebut, SIDO kata David tengah menyesuaikan portofolio produknya agar tetap sesuai dengan semangat gaya hidup sehat berbasiskan bahan alami.
Hal ini dilakukan dengan evaluasi formulasi produk, termasuk pengaturan kadar gula yang lebih seimbang namun tetap menjaga keberterimaan rasa dan khasiat herbal. Semua, David menekankan, dilakukan berbasiskan riset.
“Selain itu, kami juga menjaga affordability tanpa meningkatkan asupan gula per konsumsi,” jelas David.
Strategi serupa juga turut diterapkan PT Mayora Indah Tbk (MYOR). Perseroan menyiasatinya dengan menghadirkan produk-produk makanan dan minuman baru berkadar gula lebih rendah seperti pada produk Dark Wonder. Selain itu, MYOR juga mulai menjajaki produk-produk makanan anyar dengan rasa gurih dan asin.
Perseroan mengakui, bahwa tidak ada rencana untuk memodifikasi bahan-bahan pada produk yang telah legendaris. Sebab, perseroan hendak mempertahankan faktor keaslian rasa dan loyalitas pelanggan.
Justru, bila memang perlu, perseroan lebih memilih versi baru dari produk yang telah ada. “Lebih baik kami keluarkan Beng-beng versi gula stevia, misalnya, orang lebih bisa terima meskipun rasanya beda dibandingkan tiba-tiba Beng-beng yang sama kami kasih gula yang berbeda,” ucap MYOR mencontohkan.
Ke depan, perseroan optimistis bahwa penjualan produknya akan tumbuh positif. Perseroan melihat, multiplier effect yang dihasilkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan berbagai stimulus pemerintah seperti BLT dan bansos dapat kembali mendongkrak daya beli masyarakat.
“Kami optimistis tahun depan semestinya bagus, penjualan bisa lebih baik, karena pada akhirnya kita jualan ke orang Indonesia, kan? Kalau punya duit lebih, mereka akan belanja lebih,” pungkas perseroan.
Baca Juga: Merger ASDP, Pelni, dan Pelindo Belum Final, Tunggu Keputusan Danantara
Selanjutnya: Israel dan Hamas Saling Tuduh Tunda Fase Kedua Rencana Perdamaian AS di Gaza
Menarik Dibaca: Penjualan Tiket Kereta untuk Nataru Capai 1,44 Juta, 41% dari Kapasitas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













