Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Peningkatan pasar konstruksi memiliki pengaruh langsung terhadap peningkatan industri semen di Indonesia.
Sebelum tahun 2010, banyak produsen semen ragu mengembangkan usahanya lewat pembangunan pabrik baru. Hal ini lantaran penyerapan pasar terhadap semen yang relatif stagnan, yakni dengan pertumbuhannya 0% setiap tahun.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia, Widodo Santoso mengatakan, pandangan itu seketika berubah memasuki tahun 2010 lalu, saat pasar semen mulai menggeliat. Sampai saat ini pasar semen cenderung meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan itu diraih dalam waktu yang relatif cukup singkat. Hal ini pula yang menyebabkan banyak investor berdatangan dan ikut meramaikan pasar semen nasional.
Widodo mencontohkan, pada 2010 produksi semen secara nasional mencapai 42 juta ton dan pada 2011 melonjak menjadi 48 juta ton. Pada 2012 volume produksi naik lagi menjadi 55 juta ton.
"Tahun 2013 ini perkiraan tetap naik mencapai 58 juta ton," ujar Widodo, Kamis (17/10).
Selain produksi, menurut Widodo, impor semen dari luar negeri juga meningkat dari 700.000 ton pada tahun 2010 menjadi 1,5 juta ton di tahun 2013 ini.
Beberapa perusahaan semen yang sedang membangun pabrik baru dan meningkatkan kapasitasnya Beberapa perusahaan semen cenderung memilih menjual semen impor ketimbang mereka tidak menjual sama sekali.
Peningkatan produksi semen nasional, kata Widodo, bakal mencapai puncaknya pada tahun 2016 mendatang. Menurutnya, di tahun itu, produksi semen akan meningkat hampir 81 juta ton.
Jumlah tersebut merupakan kontribusi dari sembilan pemain lama yang sudah eksis saat ini. Widodo memperkirakan, produksi sembilan perusahaan ini menembus 72 juta ton.
Pada tahun tersebut ada sekitar 5 perusahaan semen pendatang baru yang pabriknya sudah selesai dan mulai berproduksi sehingga diperkirakan menambah pasokan 9 juta ton.
"Jadi perhitungan kami pada tahun 2016, stok semen nasional sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai tahun 2021," katanya.
Dari jumlah semen yang diproduksi setiap tahunnya, Widodo menyebut pulau Jawa memegang andil terbesar dengan menyerap sebesar 55%, disusul Sumatera dengan 22% dan sisanya tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News