Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batubara tidak mencapai target 25% dari total produksi yang dipatok dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2018 sebesar 485 juta ton. Dari jumlah tersebut, DMO sepanjang tahun lalu ditargetkan sebanyak 121 juta ton, tapi realisasinya hanya menyentuh angka 115,09 juta ton.
Kendati demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono memastikan, kebutuhan batubara nasional sudah terpuhi. Jadi, realisasi DMO mengikuti serapan dari kebutuhan kelistrikan dan industri dalam negeri.
"Secara volume kebutuhan batubara untuk nasional terpenuhi," ujar Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (10/1).
Bambang menjelaskan, dari realisasi DMO sebesar 115,09 juta ton itu, sebesar 91,14 juta ton diserap untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sebanyak 1,75 juta ton untuk industri metalurgi, sebesar 22,18 juta ton untuk industri pupuk, semen, tekstik dan kertas, serta 0,01 juta ton digunakan untuk briket.
"Jadi untuk kelistrikan prognosa sampai Desember 91,14 juta ton, industri lain 23,95 juta ton," kata Bambang.
Bambang menerangkan, sepanjang tahun 2018, ada 36 pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) , Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) BUMN, IUP OP PMA yang telah memenuhi kewajiban DMO. Sementara itu, ada sebanyak 34 pemegang PKP2B dan IUP OP PMA yang belum memenuhi kewajiban DMO.
Realisasi DMO pemegang PKP2B, IUP OP BUMN, dan IUP OP PMA sebesar 91,72 juta ton, sedangkan realisasi DMO peemgang IUP OP PMDN (IUP yang diterbitkan Gubernur) sebesar 24,15 juta ton.
Bambang menegaskan, pihaknya akan tetap memberikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Namun, ia belum memastikan apakah sanksi yang akan dijatuhkan sama seperti yang tertera dalam peraturan, yakni produksi tahun 2019 maksimal empat kali realisasi DMO tahun 2018.
"Ada perusahaan yang 10%-15% (memenuhi DMO), tapi kita tidak berikan nol, kita berikan tidak sesuai permohonan. Itu kebijakan kita untuk memberikan pelajaran pada mereka, bahwa DMO tidak main-main, harus memenuhi," terang Bambang.
Sementara untuk produksi batubara, realisasi sepanjang tahun 2018 mencapai 528 juta ton, dan sebanyak 395 juta ton ditujukan untuk pasar ekspor.
Sedangkan untuk tahun ini, Bambang mengatakan, rencana target produksi batubara tahun 2019 sebanyak 479,83 juta ton. Kuota PKP2B, IUP BUMN dan IUP PMA direncanakan sebesar 379,83 juta ton. Sementara untuk IUP Provinsi 100 juta ton.
"Masih menunggu konfirmasi IUP Daerah, nanti ditentukan dalam RKAB" ungkap Bambang.
Dari jumlah rencana produksi tersebut, DMO pada tahun 2019 direncanakan bisa menyentuh angka 128,08 juta ton atau 26,68% dari target produksi. Menurut Bambang, rencana DMO pada tahun ini memperhitungkan kebutuhan dalam negeri yang diperkirakan akan mengalami peningkatan lewat PLTU baru dari proyek listrik 35.000 Megawatt dan peningkatan konsumsi dari industri.
DMO tahun 2019 akan diprediksi akan terserap oleh PLTU sebanyak 95,73 juta ton, metalurgi sebesar 5,4 juta ton, pupuk sebesar 1,49 juta ton, semen sebanyak 16,15 juta ton, tekstil 3 juta ton, kertas 6,2 juta ton dan briket 14.500 ton.
Namun, Bambang mengatakan bahwa angka pasti dari target produksi dan DMO tahun ini masih menunggu pengesahan RKAB. "Belum (dipastikan), karena RKAB kan belum, ini sementara, RKAB belum ditetapkan," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir mengatakan, penetapan target DMO yang diprediksi bisa lebih dari 25% total produksi akan menjadi tantangan bagi bisnis batubara di tengah masih lemahnya pasokan dalam negeri. Berkaca pada realisasi tahun lalu, pasokan untuk domestik hanya mampu menyentuh 21,6% dari total produksi dalam RKAB.
"Tantangan lainnya adalah kesulitan pasokan ke pasar dalam negeri karena perbedaan kualitas, serta investasi untuk pengembangan hilirisasi batubara yang belum ekonomis," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News