Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengusulkan agar harga patokan Domestik Market Obligation (DMO) batubara untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, yang akan berlaku hingga akhir tahun ini, bisa diperpanjang.
Tak hanya itu, perusahaan setrum plat merah itu pun meminta supaya pemerintah bisa memberikan skema serupa pada pembelian gas untuk pembangkit listrik. Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani mengungkapkan kebijakan DMO dan harga patokan untuk batubara dan gas ini bisa membantu PLN dalam mengefisiensikan biaya produksi listrik.
Sebab, Sripeni bilang bahwa energi primer memegang porsi yang paling dominan, yakni sekitar 60%-70% dalam struktur Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan listrik.
Baca Juga: Panas lagi, PLN & produsen batubara kembali berseteru soal harga patokan DMO
"Jadi selain DMO batubara, kami mengharapkan dukungan pemerintah mengenai DMO gas," kata Sripeni saat ditemui selepas Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, kemarin.
Saat ini, lanjut Sripeni, harga gas maupun harga pengangkutan gas bumi (toll fee) tak menentu, karena masih mengikuti harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP).
"Karena kita tahu, gas itu ada gas pipa kemudian dari gas pipa ada keterbatasan lokasi. Sementara kalau gas yang harus ditransportasikan ada LNG. Kami mengharapkan dukungan dari pemerintah karena harga gas masih formula ICP," terang Sripeni.
Namun, Sripeni masih belum mau mengungkapkan detail rencana PLN soal pengajuan DMO gas ini. Yang jelas, Sripeni mengatakan bahwa PLN tetap menginginkan harga yang masuk keekonomian bagi pelaku usaha gas yang memasok ke PLN
"Nah ini harus ketemu, kalau kita kan maunya rendah, tapi nggak bisa begitu. ESDM kan nanti membuat titik optimal di mana para investor dari gas bisa terpenuhi pengembalian investasi untuk eksplorasi gas-nya," terang Sripeni.
Baca Juga: Harga batubara di bawah US$ 70 per ton, harga DMO ke pembangkit direvisi?
Seperti diketahui, wacana soal harga khusus gas untuk pembangkit ini bukan lah barang baru. Pada pertengahan tahun lalu, PLN sempat menyodorkan usulan agar ada pembatasan harga menjadi US$ 6,5 per mmbtu untuk di Pulau Jawa dan US$ 7 per mmbtu untuk di luar Pulau Jawa.
Selama ini, PLN masih terbebani biaya pembelian gas dengan rentang harga US$ 7 per mmbtu hingga US$ 11 per mmbtu. Variasi harga beli gas tersebut tergantung lokasi, liquefied natural gas (LNG), dan saluran pipa yang dilalui.
Saat ini, batubara dan gas memang memegang porsi dominan dalam bauran energi PLN. Pada tahun ini, bauran energi dari batubara tercatat sebesar 62,7%, sementara untuk gas sebanyak 13% dan LNG sebesar 8,3%.
Baca Juga: PLN bukan saja listriki desa, tetapi juga mulai rambah internet untuk desa
Sedangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2019-2028, bauran energi dari gas dan batubara tetap dominan dalam sepuluh tahun ke depan.
Batubara diproyeksikan memegang 54,6% dari bauran energi, sementara untuk gas secara total ditargetkan mencapai 22%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News