kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Panas lagi, PLN & produsen batubara kembali berseteru soal harga patokan DMO


Selasa, 10 September 2019 / 19:41 WIB
Panas lagi, PLN & produsen batubara kembali berseteru soal harga patokan DMO
ILUSTRASI. Terminal batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) September sudah terperosok ke angka US$ 65,79 per ton. HBA bulan ini sudah lebih rendah dibanding harga domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik yang dipatok sebesar US$ 70 per ton.

Dengan kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai bahwa harga patokan US$ 70 per ton itu sudah tidak lagi relevan. "Jadi jangankan dilanjutkan ke tahun depan, sekarang saja kan sudah nggak relevan, harga sudah di bawah," kata Hendra ke Kontan.co.id, Selasa (10/9).

Baca Juga: Harga batubara di bawah US$ 70 per ton, harga DMO ke pembangkit direvisi?

Tak hanya soal harga, Hendra pun berpandangan bahwa besaran DMO yang dipatok sebesar 25% juga harus dikaji lagi. Menurut Hendra, tujuan dari adanya persentase DMO dan juga patokan harga adalah untuk mengamankan pasokan batubara ke PLN.

Di tengah tren harga yang terus menurun ditambah dengan permintaan kondisi pasar global yang melemah, Hendra menyebut bahwa produsen batubara nasional berlomba untuk memasok batubara ke dalam negeri. "Jadi PLN sebenarnya tidak perlu lagi takut kesulitan pasokan," sambungnya.

Namun, Hendra mengeluhkan bahwa pelaku usaha batubara tengah tertekan. Ia menyebut, pasokan batubara ke dalam negeri pun tidak mudah. Sebab, lebih dari 80% kebutuhan batubara domestik diserap untuk kelistrikan. Sementara itu, sekitar 90% kebutuhan batubara PLN sudah dipenuhi melalui kontrak dengan delapan perusahaan saja.

Baca Juga: Harga batubara acuan di bawah US$ 70 per ton, APBI minta harga DMO dicabut

"Sehingga perusahaan yang ingin memasok ke PLN sangat terbatas. Industri lain seperti semen dan tekstil juga sedang tertekan. Ditambah harga yang terus menurun, transfer kuota pun susah," jelas Hendra.

Dalam kondisi seperti ini, PLN memang diuntungkan. Hal itu diakui oleh Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Sripeni Inten Cahyani. Sebab, dengan harga patokan US$ 70 per ton, harga beli PLN untuk batubara tetap terjaga di angka tersebut meski HBA sedang meninggi. Namun, jika HBA sudah di bawah US$ 70 per ton, seperti saat ini, PLN membelinya sesuai dengan HBA yang tengah berlaku.

"Harga sekarang turun, mudah-mudahan turun terus ya, karena kebijakan yang diterbitkan saat ini kan DMO celling, yang maksimum. Jadi begitu HBA rendah ya yang dipake yang rendah. Ini bagus untuk konsumsi kami," katanya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Selasa (10/9).

Meski tren harga emas hitam mengalami penurunan, tapi Sripeni mengatakan bahwa PLN tetap menginginkan harga patokan US$ 70 per ton ini bisa diperpanjang hingga tahun depan. Ia menilai, hal itu diperlukan untuk menjamin kepastian dalam pengadaan batubara PLN. "Kan kita nggak tahu bagaimana ke depan, apakah supply dan demand seperti sekarang sehingga turun, atau tidak. Artinya itu kan (bergantung) pasar luar," ujarnya.




TERBARU

[X]
×