Reporter: Dani Prasetya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Menteri Perindustrian MS Hidayat meminta, industri nasional menyerap garam lokal. Jika tidak, dia akan meminta Menteri Perdagangan Mari Elka menjatuhkan sanksi.
Menurut Hidayat, industri nasional harus mematuhi Surat Keputusan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tertanggal 5 Mei 2011 itu. Jika tidak, produsen nasional itu bisa dikenakan sanksi berupa pencabutan izin impor.
Instruksi bagi para industri nasiona agar membeli garam milik petani lokal itu diberikan setelah Kementerian Perindustrian menggelar pertemuan dengan Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) dan Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi).
Pada pertemuan itu, Hidayat menjelaskan, impor bisa dilakukan setelah pemerintah mengetahui porsi garam hasil produksi dalam negeri. Selain itu, garam impor boleh masuk pasar dalam negeri setelah produsen garam berhasil menyerap garam produksi lokal. Jika masih ada kekurangan maka porsi itulah yang menjadi kuota impor.
Aturan main selanjutnya, lanjut dia, impor tidak dilakukan pada saat musim panen garam yaitu sekitar Agustus hingga November. Hidayat mengaku telah berkoordinasi dengan asosiasi produsen dan petani untuk menyusun neraca garam nasional.
Neraca garam nasional itu nantinya menjadi alat verifikasi porsi produksi dan konsumsi garam nasional. Neraca itu juga yang bakal menjadi penentu jumlah garam yang bisa didatangkan dari negara lain. "Sehingga akan terlihat kekurangan yang bisa diusulkan (untuk diisi garam impor) tanpa merugikan petani," ucapnya.
Kebijakan pembatasan impor garam ini untuk menolong petani garam. Pasalnya, hingga kini, harga garam lokal merosot hingga Rp 400 per kilogram (kg). Pada SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan itu menyebutkan, garam kualitas pertama dipatok seharga Rp750 per kg sementara kualitas kedua ditetapkan seharga Rp 550 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News