kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Tambahan Subsidi dan Kompensasi Dapat Menolong Arus Kas BUMN Energi


Minggu, 22 Mei 2022 / 16:38 WIB
Tambahan Subsidi dan Kompensasi Dapat Menolong Arus Kas BUMN Energi
ILUSTRASI. Petugas mengisi tabung gas LPG ukuran 3 kilogram. KONTAN/Baihaki


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan adanya penambahan alokasi subsidi dan kompensasi energi menyusul kenaikan harga minyak. Penambahan subsidi energi disepakati sebesar  Rp 74,9 triliun dengan rincian Rp 71,8 triliun untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG serta sekitar Rp 3,1 triliun untuk subsidi listrik. 

Kemudian, untuk kompensasi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp 324,5 triliun. Ini terdiri dari tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp 216,1 triliun yang terdiri dari kompensasi BBM sebesar Rp 194,7 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 21,4 triliun. 

Selain itu, ada juga kurang bayar kompensasi hingga tahun 2021 sebesar Rp 108,4 triliun yang terdiri dari kompensasi untuk BBM sebesar Rp 83,8 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 24,6 triliun. 

Baca Juga: Soroti Arus Kas Pertamina, Komisi VII DPR: Menjaga Stok BBM Nasional Perlu Dana

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, situasi ke depan tentu saja bakal dinamis. Menurutnya, pemerintah terus mencermati dinamika situasi dan kondisi geopolitik global dan dampaknya pada situasi domestik.

Hal ini tercermin dari keputusan dalam Rapat bersama Badan Anggaran untuk penambahan alokasi subsidi dan kompensasi yang mengacu pada asumsi tertentu yakni kondisi harga Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$ 100 per barel.

"Tapi prinsipnya sama, keselamatan rakyat (merupakan) hukum tertinggi. Subsidi (diberikan) dalam rangka menjaga daya beli pada situasi yang menantang," terang Yustinus kepada Kontan, Minggu (22/5).

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan, dengan keputusan penambahan alokasi subsidi dan kompensasi maka langkah tersebut menjadi solusi dari pemerintah ketimbang harus menaikan harga jual energi.

Eddy mengapresiasi langkah pemerintah. Kendati demikian, Eddy memastikan perlu ada kepastian untuk kemampuan pemerintah agar dapat tetap menanggung beban subsidi yang membengkak. "Karena memang disatu pihak kalau kita menaikkan harga BBM itu dampak ke dua hal, daya beli masyarakat dan inflasi," terang Eddy kepada Kontan, Minggu (22/5).

Eddy melanjutkan, dengan penambahan alokasi subsidi dan kompensasi maka diharapkan harga jual BBM dapat tetap terjaga. Menurutnya, di saat bersamaan perlu ada peran serta aparat dan Pertamina untuk menjamin penyaluran subsidi tepat sasaran baik untuk BBM subsidi maupun LPG subsidi.

Baca Juga: Alasan Presiden Jokowi Tidak Naikkan Harga Pertalite

Eddy menambahkan, dalam beberapa kesempatan pihaknya telah menekankan soal tingginya tunggakan kompensasi dan subsidi untuk Pertamina dan PLN. "Dalam hal ini kami meminta supaya pemerintah, Kementerian Keuangan bisa mencairkan sebagian kompensasi yang masih tertunggak saat ini yang belum terbayarkan," terang Eddy.

Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan demi menjaga arus kas BUMN Energi. Sebelumnya, Dalam hitung-hitungan Kementerian Keuangan, saat ini harga jual komoditas energi seperti solar, minyak tanah, Pertalite dan listrik berada di bawah harga keekonomian. 

Jika kondisi ini berlanjut atau jika tidak ada penambahan alokasi subsidi dan kompensasi maka arus kas kedua perusahaan berpotensi terdampak. "Maka tidak heran kita lihat arus kas operasional Pertamina semenjak Januari Constantly negatif karena Pertamina harus menanggung perbedaan (harga jual). Untuk PLN juga sama," papar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR RI.

Merujuk data Kementerian Keuangan, arus kas operasional Pertamina berpotensi mengalami defisit hingga US$ 12,98 miliar diakhir tahun 2022. Sementara itu, arus kas operasional PLN berpotensi mengalami defisit hingga Rp 71,1 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×