Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Eddy mengapresiasi langkah pemerintah. Kendati demikian, Eddy memastikan perlu ada kepastian untuk kemampuan pemerintah agar dapat tetap menanggung beban subsidi yang membengkak. "Karena memang disatu pihak kalau kita menaikkan harga BBM itu dampak ke dua hal, daya beli masyarakat dan inflasi," terang Eddy kepada Kontan, Minggu (22/5).
Eddy melanjutkan, dengan penambahan alokasi subsidi dan kompensasi maka diharapkan harga jual BBM dapat tetap terjaga. Menurutnya, di saat bersamaan perlu ada peran serta aparat dan Pertamina untuk menjamin penyaluran subsidi tepat sasaran baik untuk BBM subsidi maupun LPG subsidi.
Baca Juga: Alasan Presiden Jokowi Tidak Naikkan Harga Pertalite
Eddy menambahkan, dalam beberapa kesempatan pihaknya telah menekankan soal tingginya tunggakan kompensasi dan subsidi untuk Pertamina dan PLN. "Dalam hal ini kami meminta supaya pemerintah, Kementerian Keuangan bisa mencairkan sebagian kompensasi yang masih tertunggak saat ini yang belum terbayarkan," terang Eddy.
Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan demi menjaga arus kas BUMN Energi. Sebelumnya, Dalam hitung-hitungan Kementerian Keuangan, saat ini harga jual komoditas energi seperti solar, minyak tanah, Pertalite dan listrik berada di bawah harga keekonomian.
Jika kondisi ini berlanjut atau jika tidak ada penambahan alokasi subsidi dan kompensasi maka arus kas kedua perusahaan berpotensi terdampak. "Maka tidak heran kita lihat arus kas operasional Pertamina semenjak Januari Constantly negatif karena Pertamina harus menanggung perbedaan (harga jual). Untuk PLN juga sama," papar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Banggar DPR RI.
Merujuk data Kementerian Keuangan, arus kas operasional Pertamina berpotensi mengalami defisit hingga US$ 12,98 miliar diakhir tahun 2022. Sementara itu, arus kas operasional PLN berpotensi mengalami defisit hingga Rp 71,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News