Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah Indonesia tidak berdaya melawan China. Lobi dan tekanan yang dilakukan Negeri Tirai Bambu itu membuat Pemerintah Indonesia melunak dengan mengizinkan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta sebagai pintu masuk produk impor hortikultura asal China.
Rencana dibukanya pintu pelabuhan Tanjung Priok untuk produk impor hortikultura China menjadi bagian dari penandatangan Mutual Recognition Agreement (MRA) atau Perjanjian Pengakuan Timbal Balik antara Indonesia dengan China. Perjanjian MRA itu rencananya akan ditandatangani pada tahun ini.
"Sudah ada nota kesepahaman (MoU) dengan China dan MRA baru bisa pada akhir tahun," kata Menteri Pertanian Suswono, Kamis (30/5).
Tidak hanya pelabuhan Tanjung Priok yang dibuka untuk impor hortikultura China. Dengan MRA, maka produk buah dan sayuran asal China bisa masuk lewat pelabuhan mana saja.
Sebelumnya, mulai Juni 2012, pemerintah hanya membuka pintu masuk impor hortikultura, untuk negara tanpa MRA di Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Makassar dan Bandar Udara Soekarno Hatta.
China mengikuti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru yang sebelumnya telah menandatangani MRA dengan Indonesia.
Suswono mengakui Pemerintah China memang meminta agar produk hortikulturanya bisa masuk melalui Tanjung Priok. Untuk itu China sudah mengajukan perjanjian MRA dengan Indonesia.
Walau ada perjanjian MRA, Suswono mengaku tidak khawatir jika produk impor China membanjiri pasar domestik. Menurutnya untuk bisa masukIndonesia, produk China harus tetap memenuhi syarat keamanan pangan.
Pengawasan ketat
Dia berjanji akan memperketat pengawasan keamanan pangan untuk setiap produk hortikultura yang masuk Indonesia. "Yang tidak berkualitas atau membahayakan akan ditolak. Tidak mungkinlah kita kebanjiran impor dari China," kata Suswono.
Dengan MRA setiap produk impor diyakini sudah aman dari produksi hingga pengemasan, seperti tidak menggunakan pestisida yang dilarang, sistem pengemasan dan pengumpulan yang baik.
Tidak seperti Suswono, Kafi Kurnia, pengamat hortikultura yang juga Ketua Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayur Segar Indonesia (Assibisindo) mengatakan, MRA dengan China akan membuat upaya pemerintah membuat produk buah dan sayuran lokal menjadi raja di negeri sendiri tidak efektif.
Penutupan Tanjung Priok sebagai pintu impor produk hortikultura dengan mengalihkan ke Tanjung Perak bertujuan agar harga buah lokal bisa bersaing. "Dengan masuk lewat Surabaya maka biaya transportasi cukup besar sehingga harga lebih mahal," kata Kafi.
Menurut Kafi dengan adanya MRA dengan China, maka aturan pembatasan untuk negara lain tidak akan banyak gunanya. Hal itu karena impor produk hortikultura paling besar berasal dari China. "Kita ada impor dari Thailand, Chili dan Argentina tetapi kecil. Jika impor dari China dibuka, kenapa tidak dibuka saja untuk semua negara," katanya.
Dia memperkirakan, produk jeruk dan apel lokal paling banyak terimbas dengan MRA ini. Sebab dua produk itu impor dari China sangat besar. Data Kementrian Pertanian menunjukkan, pada 2012 volume impor jeruk dari China sebesar 198.440 ton sedangkan apel 129.153 ton.
Sejak pembatasan impor diberlakukan, impor jeruk dari China anjlok. Pada Januari-Februari 2012 volume impor jeruk China mencapai 71.019,4 ton, turun 328,4% menjadi 16.574,8 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News