Reporter: Herlina KD | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Target pemerintah untuk bisa melakukan pengadaan beras dari dalam negeri sebesar 3,5 juta ton tampaknya akan sulit terwujud. Pasalnya, banyak petani memilih untuk menyimpan stoknya karena stok gabah mulai menipis.
Staf Ahli Perum Bulog Muhammad Ismet mengungkapkan, jika melihat kemampuan penyerapan gabah Bulog dalam enam tahun terakhir, rata-rata Bulog hanya bisa menyerap gabah sekitar 5,90% dari total produksi. "Secara normal rata-rata penyerapan gabah Bulog hanya sekitar 2,35 juta ton per tahun," ujarnya saat diskusi Pengaruh Anomali Terhadap Produksi Padi Nasional Kamis (10/3).
Meski begitu, Ismet mengatakan Bulog akan terus melakukan berbagai upaya agar bisa mencapai target penyerapan gabah tahun ini yang sebesar 3,5 juta ton. "Kita akan melakukan upaya maksimal untuk bisa melakukan penyerapan. Karenanya Bulog akan terus memonitor perkembangan pasar setiap saat," jelasnya.
Asal tahu saja, meski saat ini Kementerian Pertanian telah mengeluarkan tabel rafaksi yang memungkinkan Bulog untuk melakukan pembelian gabah petani di luar kualitas, namun jika suplai dari petani tidak banyak maka Bulog tidak bisa melakukan penyerapan secara maksimal.
Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir mengungkapkan peningkatan produksi gabah dari Angka Ramalan (Aram I) setiap tahunnya tidak lebih dari 3%. Artinya, jika Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan Aram I sebesar 1,35% maka realisasi produksi di akhir tahun nanti tidak akan bisa lebih dari 4%.
Dengan kondisi produksi yang terbatas, kata Winarno bisanya petani akan menyimpan gabah sampai musim panen yang akan datang. Petani lebih memilih mengeluarkan biaya penyimpanan gabah sebesar Rp 50 per kg ketimbang menjualnya kepada pedagang atau Bulog.
Disisi lain, stok beras cadangan di akhir tahun lalu tidak banyak, alhasil produksi gabah petani hasil panen saat ini diperebutkan oleh para pedagang di pasar. Ditambah lagi, saat ini panen tidak terjadi secara serentak. Bahkan, panen raya yang umumnya terjadi pada Maret - April tahun ini diperkirakan tidak akan berlangsung lama.
“Sehingga, panen Januari - Februari digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan bukan untuk stok, sehingga Bulog susah untuk melakukan pengadaan dalam jumlah besar," kata Ismet.
Akibat terbatasnya stok, "Pedagang juga menaikkan harga di atas HPP, sehingga petani lebih memilih menjual gabah ke pedagang," jelas Winarno. Ia mencontohkan, di Jawa Barat harga gabah kering panen (GKP) naik hingga Rp 3.100 per kg. Harga ini jauh di atas HPP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 2.640 per kg.
Berdasarkan hitungan KTNA, dalam rencana panen padi Januari - Maret 2011 potensi panen padi nasional sebesar 4,3 juta ton GKP. Tapi, hingga saat ini Bulog baru bisa melakukan penyerapan gabah petani per Kamis (10/3) sebesar 115.000 ton.
Akibat hal ini, harga beras di dalam negeri juga tidak akan banyak terkerek turun. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata beras medium pada awal pekan ini sebesar Rp 7.266 per kg, turun tipis dari harga rata-rata pada Januari 2011 yang sebesar Rp 7.279 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News