Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Amerika Serikat (AS) yang mengenakan tarif tinggi sebesar 47% terhadap produk tekstil dan garmen asal Indonesia dinilai menjadi ancaman serius bagi industri tekstil nasional.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi menyebut, langkah pemerintah AS di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump itu berpotensi langsung memukul daya saing ekspor tekstil Indonesia.
“Harus diakui, pengenaan tarif 47% ini tentu berdampak signifikan. Biaya ekspor yang lebih tinggi bisa membuat produk tekstil Indonesia kurang menarik bagi pembeli di luar negeri, khususnya di pasar AS yang selama ini menjadi tujuan utama,” ujar Diana kepada Kontan Minggu (20/4).
Menurutnya, kondisi tersebut bisa berujung pada pengurangan ekspor, penurunan produksi, hingga berimbas pada efektivitas kerja karyawan di sektor tekstil. Terlebih, AS selama ini merupakan pasar utama ekspor tekstil Indonesia.
Bahkan, ekspor ke negeri Paman Sam selalu mendominasi volume dan nilai ekspor pakaian jadi dari tahun ke tahun.
Baca Juga: Prabowo Sebut Penyelundupan Ancam Industri Tekstil dan Ratusan Ribu Pekerja
Diana mencatat, pada Januari-Februari 2025 saja, volume ekspor pakaian dan aksesori (rajutan) dari Indonesia ke AS meningkat 89,51% secara tahunan menjadi 29.900 ton. Sementara volume ekspor alas kaki juga naik 16,64% menjadi 20.400 ton. “Dengan lonjakan tarif seperti ini, bukan tidak mungkin terjadi penurunan hingga 25%-30%,” ujarnya.
Demi menahan dampak negatif tersebut, Kadin menilai perlu percepatan diversifikasi pasar ekspor, mengingat dominasi pasar AS menyimpan risiko besar.
Diana menyebutkan beberapa kawasan potensial, seperti Eropa, dengan peluang lewat ajang seperti Bread & Butter dan Berlin Fashion Week, pasar Asia seperti Jepang, hingga Timur Tengah untuk produk busana muslim.
“Kita juga harus mulai melirik pasar Afrika yang selama ini kurang tergarap maksimal. Tapi tentu pelaku usaha harus menyesuaikan diri, meningkatkan kualitas dan menyesuaikan dengan standar internasional,” tambahnya.
Selain dari sisi pasar, Diana juga menyarankan agar pelaku industri, terutama pelaku UKM, segera mengambil langkah mitigasi jangka pendek. Di antaranya dengan mengefisiensikan proses produksi, mengurangi biaya operasional, mengoptimalkan teknologi, serta memperkuat kemitraan dengan distributor dan mitra bisnis lainnya.
Tak kalah penting, kata Diana, pemerintah juga harus hadir melalui kebijakan yang konkret. Langkah seperti negosiasi lanjutan dengan pemerintah AS untuk menurunkan tarif, insentif ekspor, serta dukungan pengembangan infrastruktur dan SDM menjadi kunci menjaga daya saing industri.
“Pemerintah perlu mengembangkan fasilitas logistik dan transportasi agar biaya lebih efisien, sekaligus membina SDM dan teknologi yang mendukung daya saing. Diversifikasi pasar juga harus difasilitasi,” tandas Diana.
Ia menekankan, ketahanan industri tekstil nasional harus dibangun dengan pendekatan menyeluruh, baik dari pelaku usaha maupun dukungan regulasi. “Dengan langkah-langkah strategis ini, kita bisa tetap bertahan dan bahkan tumbuh di tengah tekanan global seperti saat ini,” imbuhnya.
Baca Juga: Penyelamatan Industri Tekstil Tak Boleh Fokus Hanya pada Satu Perusahaan
Selanjutnya: Penderita Kolesterol Catat, Ini 5 Makanan Perontok Kolesterol Tinggi
Menarik Dibaca: Manfaat Konsumsi Kunyit untuk Mengobati Asam Lambung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News