Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berkat kebijakan baru Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang mengumumkan tarif impor ke sejumlah negara mitra dagang, termasuk Indonesia yang dikenai tarif resiprokal sebesar 32%.
Beberapa negara lain juga menjadi sasaran, seperti Vietnam (46%), Kamboja (49%), Tiongkok (34%), Taiwan (32%), Malaysia (24%), Bangladesh (37%), Thailand (36%), China (34%), Myanmar (44%), dan lain sebagainya.
Tarif impor Trump ini dikenakan kepada Indonesia sebab AS mengalami trade deficit (defisit perdagangan) yang cukup tinggi dengan Indonesia.
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang paling besar melakukan ekspor ke AS. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebut jika kebijakan tarif Trump ini bisa mengakibatkan sektor TPT dunia mengalami oversupply.
Baca Juga: APSyFI: Industri TPT Nasional Masih Sulit untuk Pulih dalam Jangka Pendek
Jika oversupply terjadi, maka Indonesia bisa menjadi salah satu target ekspor negara-negara lain, yang mana ini dapat mematikan pasar domestik.
“Dengan kebijakan Trump ini, TPT dunia akan mengalami tambahan oversupply yang lebih besar sehingga barang-barang China akan bertambah membanjiri pasar domestik dengan harga yang sangat murah dan mematikan produsen dalam negeri,” beber Redma kepada Kontan, Minggu (6/4).
Lebih lanjut, guna memitigasi hal ini, Redma berharap pemerintah bisa membuat langkah yang pro terhadap industri TPT dalam negeri. Jika tidak, akan banyak dampak yang bisa muncul di industri TPT, salah satunya ialah efisiensi yang membuat semakin maraknya PHK.
Redma menjelaskan strategi yang akan dilakukan para pelaku TPT menghadapi situasi ini. Menurutnya, pelaku usaha akan melakukan perhitungan ulang.
“Semua akan hitung ulang lagi, yang tidak kuat jalan, tutup pabrik dan PHK adalah pilihan paling rasional. Selain banyak pabrik akan tutup dan tambahan PHK, imbas lainnya rupiah kita terus melemah dan tidak akan terjadi relokasi investasi ke Indonesia. Apa lagi nambah ekspor ke AS, itu jauh dari harapan,” tambah dia.
Jika kondisi tak kunjung membaik, Redma memprediksi akan ada 20 perusahaan yang bisa tutup pabrik.
Redma pun mengatakan harapannya mengenai kondisi perekonomian khususnya di sektor TPT saat ini. Ia berhadap pemerintah bisa memperbaiki industri dalam negeri dengan melakukan pembatasan impor.
Baca Juga: Pabrik Tutup, Utilisasi Produksi Industri TPT Makin Redup
“Batasi impor agar manufaktur dalam negeri bisa jalan lagi. Kalau barang impor dihambat, akan banyak relokasi masuk ke Indonesia, karena saat ini pasar Indonesia jadi incaran,” jelasnya.
Kemudian, terakhir, ia juga berharap pemerintah bisa kembali melanjutkan proses revisi Permendag 8/2024 menjadi seperti mulanya, yakni Permendag 3/2023, yang saat ini pembahasannya mandeg hampir satu tahun.
“Kami minta Permendag 8/2024 dikembalikan seperti Permendag 36 2023 saja sampai saat ini mandeg hampir satu tahun,” pungkas Redma.
Baca Juga: APSyFI: Kebijakan Tarif Impor AS Bisa Jadi Peluang Industri TPT, Asal Lakukan Ini
Selanjutnya: Proyeksi Bursa Asia: Pekan Depan Pasar Dibayangi Tekanan Jual Global
Menarik Dibaca: Anda Enggak Mau Boros Terus? Coba 7 Cara Melacak Pengeluaran Bulanan Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News