kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tarif listrik tak berubah hingga tengah tahun nanti, ini kata pengamat


Rabu, 04 Maret 2020 / 19:30 WIB
Tarif listrik tak berubah hingga tengah tahun nanti, ini kata pengamat
ILUSTRASI. Penghuni Rumah Susun Karet Tengsin mengisi token listrik prabayar Jakarta, Rabu (23/5). Pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif pada periode Kuartal II 2020../pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/23/05/2018.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif pada periode Kuartal II 2020. Dengan begitu, tarif listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dipatok tetap sama hingga bulan Juni nanti.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, secara teknis, dirinya menyayangkan pemerintah masih menahan penyesuaian tarif (tariff adjustment) untuk periode April-Juni. Dengan begitu, maka PLN semakin terbebani dengan biaya produksi pembangkit dan berpotensi mengganggu cash flow, apalagi dengan kompensasi dari pemerintah yang tidak langsung dibayarkan.

Baca Juga: Proyek IPP Jawa-1 capai 58%, Pertamina Power Indonesia siap sokong kebutuhan internal

Kendati begitu, Fabby memaklumi langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menahan tarif listrik, yakni dengan pertimbangan antisipasi terhadap ketidakpastian kondisi ekonomi. Terutama karena dampak dari wabah virus corona.

"Keputusan ini sepertinya diambil untuk mengantisipasi penurunan ekonomi karena virus corona. Ini memang keputusan yang sulit bagi pemerintah dan PLN," kata Fabby saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/3).

Hanya saja, Fabby menekankan bahwa pemerintah perlu mempercepat pembayaran kompensasi bagi PLN. Pasalnya, kompensasi tahun 2018 baru akan dibayarkan pada tahun ini.

"Pemerintah perlu mempercepat pembayaran kompensasi pendapatan 2018 kepada PLN yang sebagian besar masih tertunggak. Ini dapat membantu PLN terutama dari sisi cash flow serta pengeluaran untuk investasinya," sambungnya.

Baca Juga: Tarif listrik tak naik hingga Juni, ini yang dilakukan PLN

Menurut Fabby, dalam tiga bulan terakhir sejumlah komponen pembentuk harga listrik mengalami pergerakan harga. Nilai tukar Rupiah, kata Fabby, mengalami kenaikan. Inflasi relatif stabil, sementara harga batubara dan Indonesian Crude Price (ICP) mengalami penurunan.

"Masalahnya bukan pada tariff adjustment tapi biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik sebenarnya juga perlu penyesuaian, tapi sudah diputuskan tarif listrik tidak naik," sebutnya.

Sementara itu, menurut Pengamat Energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa, tariff adjusment memang perlu dilakukan secara periodik. Namun, kondisi saat ini sedang tidak menguntungkan. Iwa bilang, kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat belum membaik, sementara pertumbuhan industri pun tidak sesuai harapan.

Kondisi tersebut berdampak pada pertumbuhan tenaga listrik yang meleset dari target. "Akibatnya penjualan listrik PLN tidak menggembirakan sehingga BPP naik, yang seharusnya diiringi dengan penyesuaian tarif," sebutnya.

Baca Juga: Nantikan tambahan kapasitas kilang, SKK Migas: Indonesia akan jadi pemasok LNG Dunia

Dalam kondisi seperti ini, Iwa mengatakan bahwa PLN harus tetap mengencangkan ikat pinggang, yakni dengan melakukan peningkatan efisiensi. "Diantaranya dengan memprioritaskan pembangkit yang murah. Termasuk menurunkan losses di transmisi dan distribusi," ungkapnya.

Dihubungi terpisah, Ekonom Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira menilai penetapan tarif listrik tersebut memang diperlukan di tengah kondisi ekonomi saat ini yang dipenuhi tekanan. "Sangat setuju karena kondisi ekonomi sedang penuh tekanan apalagi ditambah dampak virus corona," ungkapnya.

Menurutnya, menjaga daya beli masyarakat menjadi hal yang penting agar perekonomian tetap stabil. "Sumber kekuatan ekonomi Indonesia saat ini berasal dari konsumsi rumah tangga. Kinerja ekspor dan investasi belum bisa sepenuhnya membaik tahun ini," sambungnya.

Bahkan jika perlu, Bima menyarankan agar tarif listrik untuk golongan industri bisa diturunkan sebagai bentuk stimulus. Pertimbangannya, sambung Bima, beban kelistrikan di sektor tertentu seperti tekstil mencapai 15% dari beban produksi.

Baca Juga: Antisipasi virus corona, Elnusa (ELSA) batasi perjalanan ke luar negeri

Sementara beban operasional dari biaya listrik untuk sektor hotel dan restoran mencapai 10%-20%. "Ini kan yang kena dampak sektor industri dan pariwisata. Jadi kalau ada bantuan diskon tarif listrik setidaknya pengusaha bisa sedikit bernapas," kata Bima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×