Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Kementerian Perhubungan menaikkan tarif ojek online (ojol) menuai kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya, disaat aktivitas masyarakat mulai kembali bangkit pasca pandemi, masyarakat harus dibebani dengan kenaikan biaya transportasi.
Kritikan ramai dituangkan netizen melalui akun media sosial. Sebut saja pengguna akun twitter @chocolatublanc. “Pliss jarak cuma 1 km aja sekarang udah 14rb, belum lagi kalau kena highfare, udah mahal banget, tolong,” tulisnya. “Ih jangan dong, aku tiap hari PP soreang-setia budhi,” sahut akun @nengNitria.
Banyak juga warganet yang berstatus sebagai mahasiswa dan mahasiswi ikut berkomentar dan mengeluhkan naiknya tarif ojol yang menjadi moda transportasi mereka sehari-hari.
“Semua aja naik, kenapa semua kebutuhan esensial mahasiswa ini pada mau naik, mie instan juga naik,” ujar @poppypufft. “Harga mie sudah naik, ini tarif ojol ikut naik, sehari naik ojol PP 60 ribu, trus mau jajan apa, fix mending belajar onlen dari kampung,” sahut pengguna akun lainnya.
Baca Juga: Kenaikan Tarif Ojek Online Mengerek Inflasi Jakarta
Noviansyah, karyawan swasta yang setiap hari harus ngantor menggunakan beberapa moda transportasi dari rumahnya di Cilebut, Bogor.
Dimulai dari menggunakan ojol dari tempat tinggalnya kemudian dilanjutkan dengan kereta api, dan dilanjutkan dengan ojol lagi sampai di kantornya di Jakarta Selatan. “Sekarang, dari rumah ke stasiun aja naik ojol sudah 26 ribu, kalau naik lagi makin mahal aja ongkos,” ujarnya, Selasa (9/8).
Naiknya tarif ojol ini sudah barang tentu akan semakin menekan daya beli masyarakat, yang saat ini sudah tertekan dengan kenaikan harga-harga lainnya.
Dalam survei yang pernah dilakukan oleh Research Institute of Socio-Economic Development (RISED), biaya pengeluaran transportasi sehari-hari berkontribusi sekitar 20% dari total pengeluaran masyarakat setiap bulannya. Alhasil wajar jika pengguna transportasi menolak kenaikan tarif tersebut.
“Faktor tarif ternyata menjadi pertimbangan utama bagi keputusan konsumen untuk menggunakan Ojol. Jauh mengungguli alasan lainnya seperti fleksibilitas waktu dan metode pembayaran, layanan door-to-door, dan keamanan. Oleh karena itu, perubahan tarif bisa sangat sensitif terhadap keputusan konsumen,” kata Ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara yang pernah menjadi Ketua Tim Peneliti survei berjudul “Persepsi Konsumen terhadap Kenaikan Tarif Ojek Online di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) tahun 2019 lalu.
Dampak lain dari kenaikan tarif ojol ini dikhwatirkan juga bakal mendorong pada kenaikan inflasi dalam negeri. Dimana pemerintah tengah berupaya melakukan berbagai langkah agar menjaga inflasi tetap rendah, mulai dari subsidi BBM hingga subsidi pangan.
Baca Juga: Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Minta Kenaikan Tarif Tak Hanya di Jabodetabek Saja
Seperti diketahui, Menteri Perhubungan mengeluarkan Kepmenhub Nomor 564 Tahun 2022 Tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi pada tanggal 4 Agustus 2022.
"Kami telah melakukan evaluasi batas tarif terbaru yang berlaku bagi ojek online. Selain itu sistem zonasi masih berlaku 3 zonasi," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno, Senin (8/8).
Rata-rata kenaikan tarif dasar bervariasi dari 30% hinga 40%. Lewat peraturan ini, Kemenhub juga menaikkan tarif per-KM di Jabodetabek menjadi Rp 2600 - 2700 per km, dan Rp 2250 - Rp 2650 per km. Perusahaan Aplikasi diminta untuk menyesuaikan besaran biaya tersebut paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak keputusan menteri ini ditetapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News